Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bandung Kota Kreatif, Pendidikan, Wisata dan Nyaris Menjadi Ibukota RI

1 Oktober 2016   16:20 Diperbarui: 1 Oktober 2016   22:24 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simbol kota kreatif (sumber foto http://fikisatari.com)

Kota metropolis pertama sebetulnya bukan Jakarta, tetapi Bandung dalam arti gaya hidup, leisure, pop art setidaknya sampai 1950-an akhir. Sementara Jakarta masih merupakan The Big Village dengan cluster bergaya metropolis di areal Menteng. Jakarta baru melesat menjadi metropolitan pada 1970-an di bawah Ali Sadikin. Di bawah Ali Sadikin Jakarta menjadi magnet bagi kaum urban dan prestisius dengan gaya hidup The Have-nya.

Namun tidak demikian dengan era sebelumnya. Bandung menjadi kota prestisius. Majalah dan koran yang terbit masa Hindia Belanda sejak 1920-an dan kemudian koran Pikiran Rakyat pada 1950-an yang saya telusuri kerap menyebutkan pertunjukan dansa, musik, pembukaan restoran,berwisata, leisure di kolam renang, menonton film di bioskop yang begitu besar. Hanya saja masa Hindia Belanda leisure ini hanya bisa dinikmati orang-orang Eropa, segelintir pribumi dan Tionghoa, maka pada 1950-an merebak ke kalangan yang lebih luas.

Pada 1950-an masuknya kebudayaan barat seperti dansa, dengan cepat menjadi tren anak muda. Sekolah-sekolah dansa berdiri menawarkan jasa dansa dari ballroom hingga rock n roll. 

Gaya hidup ini menimbulkan keguncangan di dalam masyarakat kota Bandung yang tidak semuanya bisa menerima nilai-nilai Barat. Pesta dansa yang diadakan perkumpulan mahasiswa awal 1950-an, perayaan dansa di Hotel Homann pada perayaan 17 Agustus 1954, hingga sebuah acara ball night di Hotel Homann pada Februari 1957 memicu aksi demonstrasi pelajar karena tidak patut dengan nilai-nilai timur.

Tetapi itulah Bandung tren yang dari Barat masuk melalui film Hollywood menguat bersamaan dengan kelompok yang mempertahankan nilai dan budaya dan etnik Sunda yang menampakan wajahnya secara politik melalui Front Pemuda Sunda, maupun beberapa perkumpulan budaya. Yang terakhir ini lebih konstruktif bagi perkembangan pop art di Kota Bandung karena Daeng Soetigna, Mang koko dan Mang Udjo maupun membuat kesenian Sunda menjadi dinamis.

Tidak mengherankan bahwa pada saat ini musik etnik Sunda bisa mudah menyatu dengan jazz atau musik cadas. lagu sound track dari Frozendilm Disney bisa diaransemen versi Sunda, sebaliknya angklung Mang Udjo bahkan dari SMAN 3 Bandung mampu memainkan lagu Barat sesulit apa pun adalah buah dari dinamisnya pop art dan gaya hidup metropolis pada masa sebelumnya.

Nilai Islam juga kuat di Kota Bandung memberikan konstribusi yang berbeda bagi perkembangan hidup metropolis. Nyaris tidak terdeteksi oleh media, tetapi Manajemen Qalbu dari AA Gym, booming busana muslimah menjadi pop art, hingga kesenian dengan nafas Islam adalah buah kreatif dari warga Bandung tidak muncul begitu saja, tetapi evolusi dari masa sebelumnya.

Saya hanya mengatakan bahwa tiga pilar “pop art” dominan, Westernisasi, Sundanisasi dan Islamisasi saling melengkapi membentuk gaya hidup warga kota Bandung hingga sekarang. 

Ada kalanya bisa bersinergi, seperti mode busana muslimah mengadaptasi mode di Paris dan Milan. Pada kuliner masakan Barat di tangan para kreatif Bandung bisa diadaptasi menjadi hidangan khas Bandung.

Kota yang Dibentuk Kolonial

Pakar perencanaan kota dari ITB Agus S Ekomadyo mengungkapkan bahwa pemerintah Kolonial Hindia Belanda membangun kota ini Bandung untuk singgah dan bersenang-senang. Kota ini lebih punya karakter sebagai leisure city. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun