Solidaritas Sedang Diuji
Bandung, Â Cipaganti , Minggu Malam, Â 8 Desember 1957
"Widy! Kok, rambutmu habis dipotong!" ucap Utari terperanjat, ketika perempuan itu masuk ke rumah Hein bersama Syafri. Rambutnya memang dipotong hingga sebahu.
Widy tertawa lebar memperlihatkan giginya. Dia memakai blus dan rok sepaha berwarna biru kesukaannya. Sementara Syafri juga memakai celana panjang dan kemeja lengan pendek biru senada dengan Widy.
"Ingin gaya sedikit di dansa ini, sorry gara-gara kami acara dansa ditunda, tetapi kita menginap kan? Kami sudah bawa baju ganti," ujar Widy.
Hein, Rinitje, Â Angga, Paramitha, Yoga sudah menunggu di dalam. Acara dansa yang harusnya diadakan Sabtu malam kemairn, terpaksa ditunda.
"Salah satunya gara-gara Kinan! Dia ingin ikut dan tiba-tiba gila dansa! Terpaksa kami mengajaknya jalan-jalan dulu melihat alun-alun waktu malam," gerutu Widy.
"Kebetulan Daus, ban serep pengganti kami dipanggil Letnan Herland katanya soal keamanan di Bandung," timpal Syafri. "Biasanya dia yang bujuk dan akalnya memang lihai membujuk Kinan."
Hein kemudian menggeleng. "Tidak juga kawan. Aku juga tidak bisa kemarin harus nego dengan para buruh, sebagian dari mereka menghentikan pemogokan. Â Terutama buruh perkebunan kami. Itu juga dibantu Kang Angga yang kenal dengan serikat buruh perkebunan kami di selatan."
"Ya, Kata Angga. Dia bekas anak buah ayahku. Aku bilang Hein dan Papanya cinta Indonesia dan tidak setuju soal kebijakan negerinya soal irian Barat!"