Keterlibatan aparat militer menangani anak nakal bukan hal yang baru pada pertengahan 1950-an masyarakat di sejumlah kota seperti Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Ciamis-itu yang saya punya catatannya dan saya kira ada di kota lain dihantui oleh geng remaja yang disebut crossboy.Â
Kadangkala disebut cowboy karena berpakaian celana jengki, jins ketat kadang tidak memakai celana dalam meniru berandalan dalam film Hollywood  di antaranya  Rebell Without a Cause (1955). Â
Apa yang mereka lakukan melebihi batas yang wajar dilakukan kalau disebut kenakalan remaja. Kalau hanya berkelahi satu lawan satu itu lazim saya mendapat cerita dari ibu saya tentang kakak laki-lakinya ketika duduk di bangku SMP di sekitar Menteng Jakarta.
Kalau hanya membolos, keluyuran seharian, main bola  dan kena kaca jendela rumah orang, itu baru kenakalan remaja yang wajar.  Ketika dimarahi guru, mereka tertunduk, distrap di depan kelas dan begitu orangtuanya tahu dapat bonus tambahan. Itu kenakalan yang bukan crossboy.
Tanda keterlibatan TNI  misalnya saya kutip dari Pikiran Rakjat  6 November 1957 memberitakan Kepala Staf Harian Pelaksana Kekuasaan Militer KMKB Bandung Mayor T. Arumah menyatakan crossboys selalu menganggu kenteraman umum sebenarnya dapat disalurkan guna kepentingan negara, misalnya guna merebut Irian Barat.
Arumah mengatkan KMKB memutuskan crossboy akan ditangani dengan dua cara sekaligus, yaitu secara drastis dan paedagogis. Â Cara pertama kongkrit, crossboy yang tetangkap karena berbuat onar dicukur habis, kemudian dipotret, dicatat namanya untuk dokumentasi.
Militer akan mereka keluar kota dengan mobil kemudian diturunkan di titik tertentu dan pulang dengan jalan kaki atau menunggang kuda tanpa pelana sebagai pembelajaran. Tindakan paedagogis yang diambil dengan pendidikan ceramah dan membawa mereka ke tempat tahanan.
Sebelumnya Pikiran Rakjat edisi 21 Oktober 1957 memberitakan penangkapan 22 anak-anak Tiger Mambo di antranya berumur 15 dan 17 tahun.  Mereka sudah melakukan kejahatan seperti mencuri sepatu.  Perkelahian antar  satu kelompok crossboy dengan kelompok lain berkelahi karena hanya soal lihat-lihatan. Mirip seperti era berapa dekade sesudahnya.Â
Pikiran Rakjat 12 November 1957 menyebutkan adanya pertemuan antara militer dan kepolisian  yang akan melibatkan para crossboy dalam Barisan Keamanan Umum (BKU), Barisan Pemadam Kebakaran (BPK), Barisan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH) dan Barisan Pertolongan pada Kecelakaan (BPPK).
Selama November 1957 jelas militer ikut menangani para crossboy di Jakarta maupun di Bandung dengan melakukan razia, karena cirinya jelas memakai celana jengki.