Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apresiasi Terhadap Kartini Masa Hindia Belanda

21 April 2025   16:47 Diperbarui: 21 April 2025   17:35 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah Kartini  masa Hindia Belanda-Foto: Tropen Museum /https://www.kompas.com/

Sikap saya sendiri terhadap Kartini masih ambigu apakah putri keluarga bangsawan di Jepara ini   layak dijadikan tokoh emansipasi? Saya menghormati  hari kelahirannya setiap 21 April layak diperingati.

Alasannya bisa simpulkan, yaitu kekuatan pemikirannya yang kritis terhadap poligami dan kesetaraan perempuan untuk memperoleh pendidikan seperti laki-laki dalam surat-suratnya kepada sahabatnya Stella Zeehandelar  dan Rossa Manuela Abdedanon  yang kemudian dikumpulkan menjadi buku bertajuk "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Sekalipun akhirnya Kartini juga tidak kuasa untuk menolak jadi istri dari Bupati Rembang  yang sudah memiliki tiga istri. Dalam film Kartini yang dibintangi Dian Sastrowardoyo digambarkan bahwa anak-anak Bupati Rembang itu nge-fans dengan  Kartini karena tulisannya yang inspiratif.

Selain itu Kartini sebetulnya yang lahir dari pencitraan yang diciptakan Van Deventer tokoh politik etis untuk menjadikan keberhasilan gagasannya bahwa pribumi bisa maju lewat pendidikannya-suatu kebijakan yang punya niat terselubung untuk memperkokoh kolonialisme di antaranya mendapat tenaga murah terdidik dengan edukasi.

Mengapa harus Kartini yang diperingati? Pada 1950-an hasil penelusuran saya di Pikiran Rakjat menunjukkan sejumlah pihak merayakan hari Dewi Sartika di Jawa Barat setiap 4 Desember. Bukankah Dewi Sartika lebih real menghadirkan semacam sekolah istri pada 1904? Sementara gagasan Kartini baru terwujud pada 1913 atas Prakarsa Van Deventer berupa sejumlah sekolah untuk perempuan.

Bukankah Rohana Koedoes lebih tegas membela perempuan ketika menerbitkan Soenting Melajoe pada 1910-an dan sekolah kerajinan yang ia prakasai lebih solusi bagi pemberdayaan perempuan bukan hanya pendidikan tetapi berdiriakari secara ekonomi.  Belum lagi gerakan pemberdayaan perempuan di Minahasa?

Baca:  Mengapa Harus Kartini Yang Diperingati Secara Khusus karya Monique Rijker di DW  21 April 2020   

Apresiasi terhadap Kartini sudah terjadi masa penjajahan Belanda. La Gazette de Hollande 25 Oktober 1913 menyebutkan Sekolah Kartini  diprakasai perkumpulan Kartini yang memperhatikan intelektual dan moral perempuan pribumi.

Sekolah itu kini menjadi SDN Sarirejo, Jalan Kartini.  Walaupun bangunan baru tetapi daun pintu dan jendela dari kayu janji menjadi sejak sejarahnya. Referensi menyebutkan sekolah ini diprakasai Yayasan Van Deventer melalui Yayasan Kartini.

Sumber: SDN Sarirejo  di Semarang  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun