Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ruang Publik yang Dirindukan

19 Juli 2022   19:27 Diperbarui: 20 Juli 2022   21:31 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dukuh Atas 9 Juli 2022-Foto; Irvan Sjafari

Fenomena Citayam Fashion Street dan melimpah ruahnya pengunjung Tebet Eco Park melebihi kapasitasnya membuktikan betapa masyarakat yang punya uang terbatas merindukan ruang publik yang  layak, nyaman, murah serta terjangkau angkutan umum.

Dulu ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar pada 1970-an saya tinggal di Tebet yang waktu itu masih bagian dari apa yang disebut sebagai big village yang masih tersisa, sekalipun Gubernur DKI Jakarta sudah membangun metropolitan hingga akhir masa jabatannya pada 1977.

Saya tidak pernah menyesal hidup di kampung besar itu,  terkadang becek, sempat  penerangan rumah dengan lampu petromaks, mengalami transisi dari televisi hitam putih menuju televisi berwarna.

Untuk menyalurkan energi berlebih, saya bersama teman-teman bermain sepak bola di Lapangan Menara Air Manggarai dengan bebas atau di lapangan sekolah yang masih tanah bukan beton.  Tidak ada mal yang mahal, kalau mau berbelanja ke pasar tradisional atau jajan di sana.

Kalau menonton bioskop masih banyak bioskop rakyat  di Jakarta dengan harga tiket murah dan bebas dengan pakaian rumah sekalipun. Saya ingat menonton film Operasi Tinombala (1977) di bioskop Musiana dekat rumah sepupu saya di kawasan Grogol hanya dengan jalan kaki.

Ruang publik itu sudah banyak yang lenyap.  Ruang publik itu digantikan mal di mana ada bioskop di dalamnya dengan harga tiket  yang terus menanjak. Belum lagi jajannya. Taman-taman pun terbengkalai dan  kesadaran akan butuhnya taman yang asri dan ditambah instagramable baru muncul 2010-an, itu pun ketika Ridwan Kamil, Sang Arsitek menjadi Wali Kota Bandung.

Baru kemudian Jakarta dan kota-kota lain mengikuti bahwa masyarakat yang berkantung pas-pasan membutuhkan ruang publik di mana mereka bisa mejeng dan berswafoto dan bisa jajan plus naik angkutan umum hanya dengan uang Rp50 ribu saja.   Itu yang terjadi di Tebet Eco Park dan kawasan Dukuh Atas yang menjelma menjadi arena Citayam Fasion Street.

Gubernur Proinsi DKI Jakarta Aneis Baswedan rupanya menyadari hal itu bahwa anak-anak dan remaja di suburban Jakarta butuh ruang publik yang seperti itu menyalurkan aspirasi dan energi mereka dan membiarkan wilayah itu sebagai ruang demokrasi.  Saya memberi apresiasi dalam hal ini seperti ketika Anies  membangun Tebet Eco Park. 

Sayangnya Tebet Eco Park harus ditutup sementara karena ternyata tidak bisa memenuhi luapan pengunjung yang bisa sampai uluhan ribu dan datang tidak saja dari Jakarta tetapi juga luar kota.

Sekalipun seharusnya dia dengan cepat membangun ruang-ruang seperti itu dengan promo swafoto yang lebih banyak, sudah Pemda-pemda dan Pemkot di sekitar Jakarta  seperti gagal memikat rakyatnya untuk memenuhi ruang publik yang dibangunnya.

Ada sih ada, namun tidak terakses angkutan umum seperti kereta komuter yang jamnya bisa sampai malam dan aman.  Berani nggak ada di situ yang ada di Depok sampai malam. Saya yang tinggal di Depok bilang No. Pulangnya bagaimana? Aman nggak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun