Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilih UMP Naik Terus atau Kebutuhan Hidup Layak Terjangkau

22 November 2021   00:00 Diperbarui: 25 November 2021   18:17 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foto: www.kompas.com

Buruh menuntut kenaikan upah di satu sisi berbenturan dengan kemampuan pengusaha bukan masalah yang baru dan kuncinya sebetulnya selalu sama, yaitu buruh ingin agar upah mereka setidaknya bisa membeli bahan pokok, mendapatkan tempat tinggal yang layak untuk keluarga mereka termasuk pendidikan, serta transformasi.

Masalahnya dua hal ini yang tidak bertemu.  Ditambah kebutuhan hidup di zaman sekarang bertambah dengan tuntutan akses terhadap teknologi informasi agar bisa meningkatkan taraf hidup mereka kelak, setidaknya untuk anak mereka.  

Pada Agustus 1950 ribuan buruh di sejumlah onderneming di Jawa Barat (juga daerah lain) melakukan pemogokan. Mereka menuntut upah per hari F3,25 (florin   gulden masih dianggap sebagai patokan masa itu)  untuk Jawa Barat.

Sementara para pengusaha perkebunan hanya menyanggupi F2,25.  Upah itu menurut buruh tidak mencukupi kebutuhan hidup layak seperti dilansir Pikiran Rakjat, 21 Agustus 1950.

Harga beras pada waktu itu berkisar F0,69 yang paling murah dan paling mahal F,12  atau diambil rata-rata F1 per kilogram.  Itu artinya porsi untuk beras hampir separuh upah buruh jika patokan dari pengusaha digunakan.

Satu kilogram beras tidak akan mencukupi kebutuhan makan dalam sehari untuk satu keluarga yang pada masa itu rata-rata bisa lebih dari dua anak. Belum lagi kebutuhan beli lauk-pauk, sayur-mayur, membayar sewa rumah, sandang dan sebagainya. 

Kalau begitu ada jalan lain tulis Hasandjen dalam artikelnya "Nasib Buruh" dimuat Harian Persatuan Padjadjaran 4 Maret 1950, yaitu turunkan saja harga bahan pokok makanan.  Harga beras yang dipatok pemerintah F0,50 ternyata di lapangan (pasar tradisional) bisa mencapai F1,35.

Okelah, masa itu masih kacau. Lahan pertanian masih terbengkalai akibat perang, masalah keamanan mulai dari kriminal bersenjata hingga Darul Islam.  Tetapi setelah sekian lama merdeka kok hal itu tidak bisa dipecahkan, ya?

Saya kutip tulisan dari situs Lokadata.id yang juga mengutip resep Fatmah Bahalwan dari Natural Cooking Club di Kompas.com, untuk makan 10 orang, digunakan beras satu kilogram. Itu artinya  dalam satu kali makan setiap orang butuh 100 gram beras. 

Jika dalam satu hari orang butuh 300 gram beras. Maka jika satu keluarga terdiri dari suami-istri, dua anak saja, maka dalam satu hari butuh 1,2 kilogram beras.  Maka dalam satu bulan dibutuhkan 36 kilogram beras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun