Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fiksi Bersetting Sejarah, Riset Kuat, Mengapa Tidak?

10 Oktober 2021   21:29 Diperbarui: 10 Oktober 2021   21:39 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Foto: pustakapreangerblog.wordpress.com

Mengenai dialog, menulis biografi juga mirip dengan menulis novel, karena pelakunya tidak ingat persis seperti apa ucapannya, hanya mendekati. Pendekatan seperti menulis fiksi dibutuhkan agar dialog menjadi hidup, yang terpenting fakta tentang setting sejarahnya akurat.

Secara keseluruhan webinar ini. Karena pada era 2000-an ini muncul sejumlah penulis fiksi  menarik dengan setting sejarah di luar yang disebutkan dalam webinar.

Akmal Naserry Basral, misalnya pernah menulis novel dwilogi tentang Buya Hamka, Syafrudin Prawiranegara, hingga "Anak Sejuta Bintang", tentang Masa kecil Aburizal Bakrie, di luar karyanya tentang dunia wartawan dalam trilogi "Imperia".

Saya pernah membacanya karyanya yang lebih mirip biografi itu dan tampaknya penulis alumni Sosiologi FISIP UI, kelahiran 28 April 1968   ini cukup melakukan riset.

Perlu ditunggu munculnya karya fiksi berlatar belakang sejarah, karena cakupan sejarah Indonesia itu saja  luas sekali. Setting tempatnya tidak hanya ibu kota tetapi juga lokal. Misalnya belum ada karya novel sejarah bagaimana Konferensi Asia Afrika di Bandung di mata remaja kota kembang itu?

Atau anak yang ikut orangtuanya yang terlibat Pemberontakan Darul Islam di Jawa Barat atau kehidupan orang desa di Priangan masa 1950-an itu? Bagaimana juga dengan orang desa di Aceh? Bagaimana juga orang kampung di Ranah Minang di era PRRI-Permesta? Itu baru terkait peristiwa besar yang garis besarnya banyak ditulis.

Bagaimana dengan perlawanan orang Nias pada abad ke 19 melawan Belanda? Bagaimana kehidupan orang Jepang awal abad ke 20 di kota-kota Indonesia? Banyak sekali ide yang bisa digali dan risetnya itu asyik. Sayang sekarang masa pandemi menghalangi riset ke perpustakaan maupun arsip.

Saya kira karya fiksi berlatar belakang sejarah maupun karya akademik dan populer tentang sejarah lebih obyektif kalau "jarak zaman"-nya  cukup jauh, setidaknya dia masih kecil masa itu, hingga emosinya tidak bermain.  Soal intepretasi dan subyektivitas saya kira soal lain, yang penting penulis tidak melakukan manipulasi fakta dan data. 

 Dan sebaiknya tidak punya kepentingan dan hanya ingin berkarya.

Irvan Sjafari 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun