Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Padri: Adu Benteng di Ranah Minang (3)

16 Mei 2021   00:25 Diperbarui: 16 Mei 2021   00:38 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng Dalu-dalu---Foto: gapuranews.com

 Di sebelah utara medannya berawa, sehingga kota tidak dapat didekati dari sisi itu, dan di sebelah timur dan selatan kota itu tersembunyi dari pandangan oleh kayu lebat. Selain itu di dalam Benteng  Bonjol ada beberapa ribu pasukan padri bersenjata berat.

Dari Sipisang pasukan Belanda menjalankan taktik Kakak Tua, satu pasukan menuju Padang Serai dan satu pasukan ke jurusan Simawang Gadang.  Pasukan Belanda ke Padang Serai tercerai berai di pinggir sungai.  Pasukan di Simawang Gadang datang menghindar kesatuan pertama dari kehancuran total.

Pada Juni 1835 Pasukan Padri mampu menewaskan Ajudan Letnan Satu Infanteri J. Moltzer di Pantai Barat Sumatera, Kapten infanteri E. O Brien dalam upaya menyerang Bonjol.

Dalam pertempuran lima hari  di kawasan Alahan Panjang sekira 100 tentara Belanda tewas. Meskipun dibayar dengan harga mahal militer Belanda mampu mampu memajukan posisi mereka hanya seratus meter di belakang Benteng Bonjol.

Pasukan Padri belum habis pada 5 September 1835, Belanda kembali kehilangan seorang osir bernama Letnan Dua Infantri C.  Domincus di Sipisang, setelah terluka dan harus diamputasi kakinya. Sayangnya  amputasi gagal menyelamatkan nyawanya.

Untuk menyempurnakan kepungan Bonjol, dari arah utara, Lubuk Sikaping pasukan Belanda mampu merebut Koto dan Koto Jambak.  Namun pasukan Padri mampu melakukan kontra offensif dan membuat Belanda mundur.   Pada 14 Oktober 1835, Pasukan Padri berhasil menewaskan Letnan Dua Infantri HH Von Tschudy di Lubuksikaping.

Namun pasukan Belanda terus bertambah menjadi 14 ribu orang pada Agustus 1835.  Sementara pasukan Padri makin sulit menambah pasukannya. Namun mereka pantang menyerah. Di sebelah selatan Bonjol tentara Padri memanfaatkan sebuah bukit yang tinggi dan terjal terpisah dari Bukit Tajadi untuk pertahanan berikutnya.

Untuk mengusai Bukit Tajadi, pasukan Belanda harus merebut bukit ini dulu. Terjadi pertempuran selama 10 hari untuk bisa merebut bukit ini, hingga bisa mengancam pertahanan pasukan Padri di Bukit Tajadi.  Meskipun  demikian pasukan Padri masih mampu memukul mundur pasukan Belanda pada 4 September 1835.

Pimpinan pasukan Belanda silih berganti namun belum bisa menaklukan pasukan Padri.  Meskipun hingga awal 1836 Belanda sudah menguasai garis sepanjang lima kilometer mengepung benteng. Di sisi lain penduduk Nagari Rao dan Lubuksikaping masih menunjukkan permusuhan dengan Belanda.

Meriam-meriam pasukan Belanda membombradir Bonjol dan Bukit Tajadi, menyebabkan masjid di luar Bonjol terbakar. Pada 3 Desember 1836, pasukan Belanda sempat memasuki Benteng Bonjol melalui lubang akibat tembakan meriam. Namun pasukan Belanda berhasil diusir oleh pasukan Padri yang melibatkan Imam Bonjol yang sudah berusia 63 tahun yang ikut berkelahi dengan pedang.

Pasukan Padri berdatangan, menyebabkan pasukan Belanda yang sudah terlanjur masuk benteng keluar lagi melalui lubang itu dan mendapat tembakan juga dari pasukan Belanda yang berada di belakang. Sementara pasukan Padri juga menembak.  Dalam keadaan kacau balau pasukan Belanda dipukul mundur dengan meninggalkan korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun