Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melacak Jejak Janda dalam Sejarah Indonesia

25 April 2021   17:16 Diperbarui: 25 April 2021   19:09 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sumber foto: https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2020/01/19/175430/2149-wanita-muda-di-gresik-pilih-jadi-janda

Kegiatan ini diajarkan kepada perempuan agar mereka mempunyai kemampuan bertahan hidup tanpa selalu bergantung kepada laki-laki. Gagasan yang sebangun dengan yang dicetuskan Rohana.

Setelah terbentuknya Peserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) sebagai salah satu hasil Kongers perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928, sorotan terhadap pemberdayaan perempuan semakin meluas.  Hingga kongresnya yang keempat pada 1933. PPPI tidak tidak lagi hanya menyuarakan persamaan pendidikan, tetapi juga hal-hal lain terkait pemberdayaan perempuan.

PPI menyorot perlindungan perempuan dalam perkawinan termasuk dalam hukum perkawinan, mencegah pernikahan anak-anak dan pendidikan bagi anak gadis yang orangtuanya tidak mampu. PPPI mendesak pemerintah Hindia Belanda memberikan tunjangan (fond) bagi janda dan anak-anak. Untuk pertama kalinya pemberdayaan janda salah satu fokus pegerakan perempuan.

Isu Janda pada Era 1950-an hingga 1960-an

Pada  era 1950-an dengan merebaknya fenomena perceraian, terutama yang terjadi di Jawa Barat. Seperti dilansir   Pikiran Rakyat  edisi 29 Januari 1953 Jawatan Agama mencatat  jumlah pernikahan 219.053 orang dan  yang talak atau bercerai  155.496 orang  dn rujuk 11.701 orang selama 1952. Angka perceraian menjadi begitu tinggi di atas  60% dari angka pernikahan, baru membuat keberadaan janda menjadi diskusi penting.   

Dalam Kongresnya di Bandung  pada Januari 1953 Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) menuding tingginya perceraian terkait perkawinan di bawah umur. Perwari Cabang Surabaya dalam konres itu mengusulkan agar gadis baru menikah pada usia 22 tahun dan laki-laki pada umur 25 tahun. Bahkan untuk gadis di atas usia 22 tahun boleh mneikah tanpa izin orangtua (Pikiran Rakjat, 20 Januari 1953).

Namun yang menyolok dalam kongres itu adalah penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Pensiun Janda. Loh, bukankah dengan adanya PP tersebut janda mendapat perhatian? Tetapi Perwari justru melihat ada niat lain di balik peraturan itu yang justru memperdaya perempuan. 

PP itu mengatur pembagian pensiun seluruh janda pegawai negeri secara merata.  Maksudnya, jika almarhum pegawai negeri melakukan poligini, maka negara memberikan dua kali pokok pensiun untuk dibagi rata sesuai jumlah janda yang ditinggalkan. 

Aktivis perempuan Maria Ulfah masa itu mengatakan dengan adanya PP tersebut, pemerintah tak hanya mengakui bahwa seseorang pegawai diperbolehkan mengambil isteri kedua. Lebih dari itu, pemerintah seakan-akan memberi dorongan pada pegawai negeri untuk mengambil lebih dari seorang istri.

Angka perceraian  tetap di atas 60 persen. Pada 1954 angka pernikahan 316.875 dan talak sebesar 218.879 atau 63% dari jumlah perkawinan dan yang rujuk 18.272.  Pada tahun berikutnya, 1955 tercatat 343.237 perkawinan dan jumlah perceraian 225.632. Jumlah perceraian tinggi menimbulkan booming janda.

Bagaimana citra janda era itu? Cerpen karya Nanie Sudarma bertajuk "Selama Hajat dikandung badan" dalam "Pikiran Rakjat" 28 Maret 1951 menceritakan tentang janda dalam perspektif positif. Tokohnya Sulijah kehilangan suaminya Nurdin, seorang perwira Siliwangi yang gugur dalam suatu pertempuran akibat agresi ke dua Belanda.  Sulijah memelihara dan membesarkan anak semata wayangnya dari suaminya bernama Rahmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun