Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melacak Jejak Janda dalam Sejarah Indonesia

25 April 2021   17:16 Diperbarui: 25 April 2021   19:09 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sumber foto: https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2020/01/19/175430/2149-wanita-muda-di-gresik-pilih-jadi-janda

Pada akhir 1970-an lagu dari Pancaran Sinar Petromkas merilis lagu bertajuk "Fatima", yang pada waktu itu merupakan lagu yang hits dan bagi saya yang masih kanak-kanak hanya sekadar hiburan. Sampai sekarang saya menyukai lagu itu karena iramanya yang riang dan berkesan guyub, kerap saya dengar di Youtube, sekadar hiburan.

Lagu itu sebetulnya adalah potret kehidupan, sadar atau tidak sadar menggambarkan sosok janda mendapatkan stigma negatif. Liriknya bercerita soal  Fatima yang lima tahun jadi janda, namun secara fisik karena masih muda dan cantik banyak membuat kaum Adam menjadi terpikat.

"Ade juga orang yang bilang/Fatime jande Kerawang/Kalo jalan pinggul begoyang
Bikin Aji menjadi girang/ Fatime, jande mude/Fatime, jande kaye/ Bikin rusak hati pemude".

Jauh sebelum lagu itu jadi hits sosok janda sudah terlanjur dikonstruksikan negatif melalui film-film yang menggunakan kata "janda" sebagai judul, bahkan sejak 1950-an, di antaranya "Gara-gara Djanda Muda" (1954), "Si Janda Kembang" ( 1973), "Gara-gara Janda Kaya" (1977), "Sembilan Janda Genit" (1977) dan sebetulnya juga masih berlanjut hingga saat ini.

Saya belum menemukan judul film bertajuk "Gara-gara Duda Muda" atau "Duda-duda Nakal", sebagai judul film Indonesia atau pun novel, bahkan dalam lirik lagu. Yang ada malah "Duren" (duda Keren) atau "Duren Mateng" (Duda Keren mapan dan ganteng) dan citranya cenderung positif dan "bermanfat".  Sementara kalau janda konotasinya negatif.

Janda pada abad ke 16-19

Lalu bagaimana ceritanya stigma terhadap janda ini berawal? Cukup sukar mencari referensi sumber primer bagaimana ceritanya citra janda menjadi begitu marjinal.  Setahu saya beberapa referensi justru menunjukan citra positif janda dalam sejarah.  Yang paling menarik ialah yang ditulis Hendaru Tri Hanggoro di "Historia" online 8 Februari 2012 tentang "Para Prajurit Janda".

Dalam berbagai serangan terhadap kedudukan Portugis pada 1537, 1547, 1567, 1574 dan 1629 Kesultanan Aceh mengikutsertakan pasukan perempuan. Sebagian menemani suaminya ke medan laga, tetapi sebagian lagi janda atau tunangan perempuan dari laki-laki yang gugur dalam pertempuran sebelumnya. 

Di antara pasukan perempuan itu adalah seribu janda yang diseut "Inong Balee" dipimpin Laksamana Keumalahayati pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukamil (1589-1604) dan Keumalahayati adalah salah satu janda tersebut. 

Keterlibatan janda dalam medan peran juga berlanjut dalam Perang Aceh, di antaranya pahlawan Cut Nyak Dien yang suaminya Teuku Umar syahid dalam perang melawan Belanda.

Saya membaca sebuah artikel karya Mahandis Yohanata Thamrin  berjudul "Janda dan Kehidupan Sosial di Batavia" dalam "National Geographic Indonesia" edisi online  18 Januari 2019 memberikan informasi lain terkait sosok janda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun