Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jambi Melawan Aneksasi Belanda 1858-1907

28 Februari 2021   14:44 Diperbarui: 28 Februari 2021   14:47 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertempuran di Jambi 1858-Kredit Foto: nederlandsekrijgsmacht

Di antara sejumlah perlawanan terhadap kolonialisme, konflik Belanda dengan Kesultanan Jambi yang paling susah saya pahami. Kesultanan yang berdiri sejak abad ke 16 ini sebetulnya bukan ancaman bagi kekuasaan Belanda. Pusat kesultanan berada di pedalaman Sumatra dan hanya bisa diakses melalui Sungai Batanghari.

Secara militer Jambi tidak punya kekuatan tempur memadai bahkan untuk menghadapi negara tetangganya sendiri. Populasinya saja diprediksi sejarawan Elsbeth Locher-Scholten hingga 1852 hanya sekira 60 ribu orang. Secara ekonomi juga potensi sebetulnya tidak terlalu besar, walaupun sempat jaya.

Pendudukan Belanda atas Jambi, sekalipun hanya untuk mengakui kekuasaan Hindia Belanda semata-mata motivasinya untuk memperluas jajahan atau melakukan aneksasi (mulanya secara halus). Belanda rupanya berpacu mleawan waktu, karena Inggris mengincar Sumatera.

Ekonomi Lada

Sejak abad ke 17, para pedagang berbagai bangsa memerlukan Jambi untuk memperoleh merica dari pedalaman Sumatera Barat. Para pedagang dari Portugis, Tiongkok, Melayu dan Jawa singgah di sini. Para pedagang membawa lada ke hilir dengan rakit dengan kapasitas 150 pikul per rakit.

Perusahaan dagang Belanda VOC dan perusahaan EIC Inggris berebut untuk menguasai perdagangan merica. Namun karena VOC datang lebih dahulu dan menghasut Sultan Jambi untuk tidak mengakomodasi para pedagang Inggris atau tidak diberikan sebidang tanah apapun.

Jambi diperintah oleh Sultan tetapi juga Pangeran Ratu, ahli waris tahta kesultanan, yang dipilih dari anak laki-laki sultan yang terdahulu. Meraka masing-masing punya pendukung sendiri. Di Jambi terdapat golongan orang kaya atau para saudagar yang punya pengaruh kuat. Setiap tahun 40 hingga 50 ribu karung lada diangkut dari hulu ke hilir.

Kesultanan ini juga mudah diserang oleh tetangganya, ini yang menyebabkan Jambi kerap harus meminta bantuan kekuatan lain, termasuk VOC untuk melindungi dirinya. Bersekutu dengan VOC membuat Jambi harus menandatangani kotrak perjanjian.

Pada 1630 perjanjian dibuat menentang kehadiran Portugis dan 1643 untuk menolak para pedagang Tiongkok. Dengan demikian VOC sudah memaksakan hak monopolinya. Namun berkat bantuan VOC, Jambi terhindar dari serangan Palembang dan para petualang Makassar pada 1680 hingga 1681.

Hubungan Jambi dan VOC tidak selalu mulus, karena sultan tidak selalu menjadi tokoh kunci. Buktinya pada 1690, kepala kantor VOC di Jambi dibunuh dan sultan ditawan lalu dibuang ke Banda. Penggantinya adlah putra sultan dan bukannya Pangeran Ratu sesuait tradisi. Pangeran Ratu pun menyingkir ke depalaman.

Hubungan dengan VOC berakhir pada 1724, ketika VOC mengosongkan kantor. Mundurnya VOC juga didorong karena anjloknya harga lada hingga tidak lagi jadi komoditas yang menguntungkan. Untuk sementara Jambi terbebas dari cengkeraman Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun