Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saung Angklung Udjo, Jangan Tinggal Sejarah

23 Januari 2021   21:25 Diperbarui: 18 Februari 2021   01:03 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pementasan di Saung Angklung Udjo (SAU)| Dokumentasi pribadi

Lantunan lagu "Que sera-sera", 'Wo Ai Ni", "Burung Kakaktua" dari musik angklung mengalir begitu harmonis menyambut kedatangan saya di aula pertunjukan Saung Angklung Udjo (SAU) di kawasan Padasuka, 5 Mei 2014. 

Sang Dirijen Yayan Mulyana, putra keenam dari Mang Udjo, pendiri SAU ini begitu bersemangat memberikan arahan bagi puluhan wisatawan mancanegara hingga wisatawan lokal yang tak kalah bersemangatnya memainkan angklung.

Rupanya tiga lagu tadi dimainkan oleh mereka. Acara ditutup dengan pertunjukan musik dari pemain anglung senior sebanyak 17 orang, memainkan lagu "Can't Take My Eyes Off You" yang dipopulerkan penyanyi AS Andy Williams tahun 1960-an.

Saya pernah menyaksikan pertunjukan SAU mampu memainkan lagu jazz, rock, hingga klasik, seperti "Mozart", "Bohemian Rhapsody" dari Queen yang tingkat kesulitannya tinggi.

"Prinsipnya jazz dan rock bisa dimainkan dengan musik angklung, nyaris sama dengan pemain piano ada 4 grade sekitar tiga tahun. Belajar setahun di angklung boleh manggung dan seperti belajar alat musik lain perlu bakat," ujar Yayan ketika saya temui seusai pertunjukan.

SAU adalah sasaran terakhir dari serangkaian repostase di Priangan yang saya lakukan untuk sebuah majalah wisata.

Saya suka bagian ketika puluhan anak-anak dari warga sekitar yang juga belajar angklung menyerbu masuk dan mengajak penonton ikut menari di lapangan diiringi lagu-lagu "Halo-Halo Bandung", "Injit-Injit Semut", "Rasa Sayange" hingga lagu zaman anak-anak dulu yang pernah dibawakan Joan Tanamal, "Goyang Kiri Goyang Kanan".

Angklung bisa memainkan lagu apa saja karena sudah diubah dari Pantaton ke Diatonic pada oleh Daeng Soetigna dan kemudian Udjo Ngalagena (pendiri SAU). Sebelum terobosan yang dilakukan oleh kedua maestro angklung ini musik angklung tak ubahnya seperti musik tradisional lainnya, seperti gamelan. Demikian referensi yang saya baca.

SAU sendiri bukan saja menawarkan tempat pertunjukan dan belajar angklung, tetapi juga kuliner yang dikelola warga, toko suvenir terkait angklung. Saung Angklung Udjo menggandeng 12 kelompok mitra perajin, di mana pada setiap kelompok terdiri dari 5-8 perajin yang tersebar di sekitar Saung Angklung Udjo, serta memiliki sebuah koperasi yang mewadahi para mitra pengrajin

Produksi angklung SAU bahkan sudah mencapai sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Malaysia, Australia, Belanda, dan sebagainya, selain pasar domestik. Dengan demikian SAU adalah destinasi wisata budaya yang terintegrasi dengan baik.

Udjo sendiri belajar angklung sejak masih kana-kanak. Selain dengan Daeng Soetigna, Udjo juga menyerap ilmu dari Mang Koko, ahli kecapi, Raden Machjar Angga Kusumadinata, guru gamelan yang membuat musiknya kaya referensi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun