Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (12) Munculnya Manuk Dadali

28 September 2020   21:24 Diperbarui: 28 September 2020   21:28 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Ceritaduniaanak.com

DUA BELAS

Seminggu  kemudian Indrajaya diadili di Balairung Istana. Purbararang menyaksikan dengan sedih suaminya menjadi orang yang begitu pengecut. Wajahnya pucat dan sering menangis.  

Dewan hakim yang mengadilinya mendakwanya membunuh  orang secara keji dan bukan dalam peperangan, perubudakan hingga perdagangan perempuan.  Purbararang  mengaku baru tahu banyak kebijakan yang dilakukannya di belakangnya oleh suaminya.

"Kalau soal penculikan perempuan untuk kebutuhan orang asing, abdi tidak tahu," ujarnya sambil menangis.

Sementara Purbaendah dan aku jadi saksi pembunuhan yang dilakukan terhadap kakak Jumhana bernama Hasta Jaya.  Jumhana pun memberikan kesaksian.  Saksi lain berdatangan, Indrajaya memerintahkan pembunuhan terhadap lebih dari tiga puluh tahanan tanpa pengadilan dan sebagai kesenangan.  Saksi lain membeberkan pembantaian terhadap puluhan penduduk sebuah desa yang sebetulnya tidak melawan. Indrajaya tak ubahnya seperti Jenderal Nazi.

Purbasari punya hak untuk meringankan hukuman akhirnya menyetujui usulan Patih Barata untuk menghukum Indrajaya seumur hidup dalam pembuangan di tempat terpencil dan dijaga ketat. Sekali-sekali Purbararang boleh menengoknya.

Begitu juga para eksekutornya. Kami memang tidak menerapkan hukuman mati.  Purbasari juga tidak setuju, walau hukum di Pasir Batang ada hukum penggal yang kerap dilakukan Indrajaya yang mempengaruhi Purbararang.  Dia dibawa siang itu juga bersama eksekutornya. Dia hanya bisa tertunduk sedih, tak berani menatap mata siapapun, termasuk istrinya.

Yang paling menggelikan Brutus, panglima perang Indrajaya.  Tubuhnya yang tinggi besar itu gemetar, karena hanya tinggal dia perwira yang masih hidup. Dia bercerita asalnya dari Pegunungan Ural dan pergi ke berapa negeri mengadu nasibnya sebagai tentara sewaan.

Dia seperti ronin mengabdi pada siapaun yang membayar. Dia sudha menghamba kesejumlah warlord. Dia tidak tahu apa itu negara, karena sejak kecil tidak ada negara di sana.

"Kasihan juga," bisik Samuel.

Pemeriksaan terhadap Brutus  menunjukan dia hanya tentara dan hanya membunuh prajurit dan tentara dalam pertempuran, tidak terlibat pembunuhan  orang sipil. Patih Barata yang jadi kepala hakim berbisik pada Sunan Ambu dan aku. "Enaknya dihukum apa ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun