Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (4)

15 September 2020   16:56 Diperbarui: 15 September 2020   17:08 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi-ceritanakdunia.com

Apalagi Purbaendah menggunakan  senjata highvolate miliku menghancurkan tembok perlindungan dan membuat para pengawalnya bisa menyapu semua tentara Kabandung yang mempertahankan pagar kota.

Menjelang tengah hari, aku melihat  kota di kaki gunung yang mirip perahu terbalik berasap. Mungkin bangunannya banyak yang dibakar akibat pertempuran. Warganya tampak berlarian. Tentara Purbaendah menembak mereka yang melawan.  Tetapi Purbaendah melarang, membunuh mereka yang lari.

Aku melihat ada yang  melesat dari Kabandung. Sialan, seorang perempuan muda mengendarai capung terbang yang tampak sudah tua.  Namun masih bisa menghindari tembakan.  Capung terbang itu melewati atap kandang, mata aku sempat bertatapan dengan perempuan muda itu. Dia menatapku sambil menggeleng kepala. Seragamnya agak mirip dengan tentara Titanium, putih perak.

Keturunan Sang Kuriang. Tapi jelas sudah ratusan tahun kemudian. Danau mungkin sudah menjadi situ-situ.

Aku dibawa kembali ke kerajaan.  Pesta kemenangan. Seluruh tanah Priangan sudah di tangan Purbararang. Tinggal pemberontakan kecil dari Purbaleuwih, yang masih setia pada Purbasari. Tetapi aku dengar dari percakapan sudah terdesak ke Cupu Mandalayu.

Aku hanya bisa menyasikan dalam kandang yang dipajang hingga para tamu bisa menyaksikan mahluk teraneh di negeri Pasir Batang.

Beberapa tamu mengamatiku dan ada yang menyambit buah jeruk, buah jambu hingga pisang. Di dalam kandang ada lutung lain.

Purbaendah menatapku dengan geli.  Dia tak henti-hentinya memamerkan senjata highvoltase yang magazinnya tinggal separuh.  Tapi dia masih punya satu magazin penuh lagi.  Saya khawatir sekali perempuan itu menggunakannya untuk membunuh. Tanpa itu dia juga punya senjata cambuk entah dari dunia mana.

Yang membuatku bergidik ialah Indrajaya yang menyuruh pengawal membawa dua orang tawanan. Dia lalu meminjam senjata highvoltasee itu dan menembak salah seorang tawanan dengan stelan maksimum.  Tawanan itu bukan saja hangus tetapi menjadi tumpukan debu.  Bau daging terbakar begitu menyengat.

Para tamu menyaksikan adegan sadis itu dengan tepuk tangan. Mereka menyaksikan itu sebagai sebuah pertunjukan hiburan. Lalu Indrajaya mengembalikan highvoltase itu pada Purbaendah.

"Kita punya senjata dewa," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun