Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (3)

14 September 2020   18:14 Diperbarui: 14 September 2020   18:15 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ceritaanakdunia.com

TIGA 

Dengan menggunakan pakaian seragam awak pesawat, berupa jaket terbuat dari campuran benang yang tumbuh di Titanium dan kulit domba, serta katun membalut dari kaki hingga tangan, serta sepatu kulit tebal, aku keluar dari pesawat membawa ransel berisi pakaian kasual, makanan, serta kantung tidur.

Aku juga membawa senapan high voltase disandangkan dipunggung, kompas virtual yang mampu membaca medan hingga diameter tiga kilometer, termasuk juga suhu, serta kadar oksigen. Ternyata informasi menyatakan cukup dan memadai, hingga aku melepas helm. Tapi aku mengenakan topi kain tebal karena kompas virtual sudah memberikan tanda ada ular di atas pohon. Setelah semua terpetakan, aku lalu menuruni lerang. Pesawat aku kunci.

Satu kilometer ke barat akan menemukan pemukiman, sekitar setengah jam perjalanan. Kompas memberi tahu ada yang bergerak. Pukul empat sore, waktu Bumi. Aku pelajari lebih pendek, yaitu 24 jam.  Aku juga bawa sandal gunung dengan alas tebal, kalau diperlukan.

Kompas memberi tahu ada kawanan kera di pohon. Mereka bergerombol di atas sejumlah dahan menyaksikan ada manusia berbulu selebat mereka.

ilustrasi-Foto: Youtube Indah Nia
ilustrasi-Foto: Youtube Indah Nia
Aku tiba di pinggir hutan ada ladang padi dan padang rumput  yang cukup luas. Ada seorang anak bertelanjang dada dengan topi caping lebar melongo melihat aku. Dia sedang berada di punggung kerbaunya. Aku kerap melihat gambar itu di perpustakaan, hingga tidak terkejut. Sejauh ini informasi tentang sejarah masyarakat Priangan akurat.

"Anjeun lutung atau manusia lutung? Dari kahyangan? Kunaon ka Pasir Batang? Bade Angkat Kamana? (mau ke mana)" sapanya dengan gemetar.

Aku terbiasa dengan sebutan lutung. Kompas sudah memberi tahu anak usia sembilan tahun itu tidak bersenjata dan bukan ancaman.

"Bade Angkat Tas Ransel, barudak," jawabku seenaknya, sambil menahan geli.

Anak itu mulanya diam. Tapi akhirnya tertawa, ketika aku menoleh sambil tertawa dan menunjuk tas ransel.

"Abdi Lutung Kasarung, lutung kesasar.." sahutku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun