Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (48-49)

27 Juni 2017   12:15 Diperbarui: 27 Juni 2017   12:51 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Irvan Sjafari

Serdadu itu menunjuk ke hutan kelapa sisi lain?”

Malcom mengikuti sambil member perintah agar dua serdadu lain menjaga yang luka. Pistolnya sudah dikokang, siap menembak.

 Mereka membuka mata dan telinga. Mereka menemukan sebuah pesawat berhuruf Mandarin pecah berantakan di tengah pulau. Beberapa drum terbuka. Di sana terdapat delapan kerangka manusia utuh dengan seragam yang terkoyak.

“China People Republic, Ser?”  ujar loyalis itu dengan Bahasa Inggris sebisanya. “ Shoot by USA? Maybe ten years ago.”

“They bring radio active.”

“Oh, My god…”

Para serdadu itu berharap kelapanya tidak tercemar dan begitu juga kepiting yang mereka makan. Tak lama kemudian serdadu bule lainnya bergabung bersama mereka, karena memang sudah tidak ada orang lain. Kawan mereka yang luka cukup aman di pantai dan cukup dijaga seorang serdadu dengan sepucuk pistol.

Christ Malcom dan kawan-kawannya meneruskan penjelajahan pulau.  Beberapa kali mereka menemukan kerangka kera dengan kulit begitu bersih.

“Saya merasa ada yang tidak beres,” ujar Malcom.  

Manuel Biyik, seorang serdadu bayaran asal Afrika menikmati hangatnya mentari. Daging kepiting dan sebutir kelapa membuatnya perutnya kenyang.  Luka di betisnya sudah mengering hingga dia melepas perbannnya.  Dia juga melepas kedua sepatu larsnya karena sudah terlalu lama.  Begitu juga celana panjangnya hingga celana pendek.  Begitu juga bajunya. Lalu dia berbaring memejam mata.

Sherpa Kang  yang terluka di bahunya juga melepas perbannya. Bahkan baju atasnya karena merasa sudah gerah. Seperti halnya Biyik, dia juga melepas sepatunya dan membiarkan pasir yang lembut menyentuh jemari kakinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun