“Posisi kita tidak diketahui?” tanya Alif pada Anis.
“Nggak! Tanpa peralatan di Gedebage Bandung Technopolis dan peralatan itu sudah dibawah Kak Yuyi dan Kak Januar! Lagipula pihak sana masih sibuk dengan urusan lain.”
Mereka yang muslim gugur disalatkan di masjid koloni, yang beragama nasrani dan katolik di gereja, satu di pura dan satu di vihara.
Kemudian para jenazah dibawa dengan kereta berbentuk semut atau tawon diiringi sekitar dua ratus warga koloni. Achmady termasuk yang ikut mengiringi dengan air muka yang antara percaya dan tidak percaya. Apalagi ada sahabatnya Alif dengan ikat kepala hitam dan baju dan celana hitam-hitam. Hanya dia sendiri yang rambutnya ditutup baret marinirnya.
Yola dan Dhini di sana mengikuti. Begitu juga Nanda. Mereka juga masih takjub. Nanda dan Yola mendekati Zahra, melontarkan pertanyaan konyol.
“Bagaimana rasanya jadi bidadari Alif?” tanya Yola.
Alif ingin membungkam mulutnya. Karena dia tahu Zahra menjawabnya serampangannya. “Seperti kupu-kupu.” Jawabnya.
“Apa kabar Bandung…?” Alif mengalihkan perhatian. “Setidaknya sampai mereka datang Bandung selamat.
“Di tangan mereka. Daniel ditangkap. Ibu dan adikmu masih hidup. Frisca sudah menikah dan bakal punya anak.”
“Mereka bawa tentara asing?”