Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (47)

23 Juni 2017   15:02 Diperbarui: 23 Juni 2017   15:05 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi koloni oleh Irvan Sjafari

Di sisinya ada tiga serdadu semut berbaju merah hitam juga masih remaja. Rupanya mereka berjalan cepat.

“Maaf kakak, kita ingin ikut? Aku Nyoman Astra, ini Hamid dan itu Astari?”

Komplit, total tiga remaja putra dan tiga remaja putrid mengawalnya. Alif menggeleng kepala. Tetapi mereka tidak menggunakan kendaraannya.

“Kami disuruh latihan oleh Kak Evan dan Kak Ristia jalan kaki yang jauh!”.

Mereka sudah mendaki bukit. Dua hari ini hujan. Jalan setapak agak licin walau sudah ditata seperti tangga dengan lebar anak tangga cukup untuk 3-4 orang dengan pohon-pohon di sekelilingnya. Semacam pohon sukun dikombinasi dengan pohon eucalyptus, serta pohon asli yang mungkin asli pulau itu. Alif jadi teringat nama salah satu anaknya.

Namun tim semut dan tawon memberikan keduanya privasi menjaga jarak sekitar dua ratus meter. Sekitar satu setengah jam mendaki, mereka tiba di puncak bukit hingga mereka bisa melihat Blok IV dan tepi pantai yang dibatasi tembok yang pernah ia lihat. Tidak ada yang aneh. Hanya ada berapa kelompok hutan kelapa dan biasa itu di pulau. Sepi. Lalu mengapa warga koloni dilarang melewati tembok?

Matahari terbit dari salah satu sudut pentai. Panorama yang indah. Mereka beristirahat sejenak.

“Mengapa tempat ini terlarang Bro Anis?”

“Perbatasan. Dugaan Kak Alif ini batas portal dan hutan kelapa itu samarannya. Waktu Kak Alif bertemu Harum, kami membawa ke Alif melewati hutan kelapa itu, Ok? Saya jawab semua pertanyaan Kak Alif selama ini. Kak Alif juga dari sana ketika dibawa kemari.”

“Sebetulnya warga koloni boleh, kecuali saya kan?”

“Zahra juga pernah, tetapi seizin para tetua kita dan dikawal mantan tentara dan polisi anak buah Kak Irwan dan Kak Widy. Tetapi waktu mereka masih muda. Kini mereka sudah menua dan tidak bisa lagi mengawal kami seperti dulu. Makanya sebagian anak-anak koloni dilatih dengan senjata yang dirancang untuk kami dan tidak akan ada di dunia sana, “ papar Anis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun