Alif meneruskan perjalanannya ke Blok IV tempat tinggal para tawon. Blok ini sebetulnya berhadapan dengan Blok I hanya saja dipisahkan hutan, sungai dan bukit. Para tawon suka tempat ini karena di atas bukit. Ruang makan mereka bahkan tergantung di pinggir tebing menghadap lembah sungai.
Alif memarkir kendaraannya di Taman Tawon penuh dengan bunga seperti halnya taman blok I. Perutnya keroncongan. Dia ingin makan di sini. Bagi warga koloni boleh makan di blok mana saja, bahkan warga suatu blok suka kalau ada warga blok lain makan di tempatnya.
“Kak Alif sendirian? Kak Zahra ke mana?” Dia disapa oleh Ristia Firdasyah serdadu Tawon yang tidak sedang bertugas. Dia mengenakan celana dan baju berwarna hijau telur asin dan tutup kepala hitam. Rupanya Ristia sedang menyiapkan makan siang bagi warga koloni yang tidak makan di rumah.
Ristia sudah tumbuh menjadi remaja dewasa dengan tinggi 165 cm namun tubuhnya kokoh. Alif sendiri memakai celana biru dan baju biru serta tutup kepala warna biru kesukaan dia.
“Zahra sama Euca dan Actie, Lepi lagi jalan-jalan sama Giri,” ujar Alif.
Ristia menyilahkan Alif duduk di dekat jendela. Dia bisa melihat panorama menakjubkan. Beberapa waktu kemudian Ristia sudah menyiapkan hidangan enam kentang perkedel isi daging ayam dengan sayuran wortel, bayam dan jagung. Minumannya selain air putih dan ada jus nenas dengan madu sebagai gulanya.
“Senang kakak makan di sini,” katanya. “Ini diracik oleh aku, diajarkan kakak ini.”
Alif menoleh kepada seorang perempuan usia tiga puluhan yang ia pernah kenal. Dia mengenakan baju, celana kuning dan tutup kepala hijau.
“Elin Halida?”
“Benar Alif, kita jumpa lagi setelah sekian lama,” ucapnya.
Alif ingin dia korban human trafficking yang ditemui bersama Harum. Bagaimana dia bisa di tempat ini juga? Dia juga melihat Lidya Wijayakusuma yang dikenalnya di ruang kerjanya sedang makan di meja lain. Mereka jarang bercakap-cakap. Rupanya Lidya tinggal di Blok ini. Akhrinya Lidya membawa piring dan minumannya ke meja Alif.