Ketika dia hendak ke blok berikutnya, dia berpapasan dengan kendaraan semut yang diketahuinya dikendarai Adolf. Dia mirip dengan anak muda Papua atau Maluku di dunia tempat asalnya. Kemungkinan dia dipungut salah satu para tetua ketika ada di sana dan tetua itu menemukan ada bayi dibuang.
Adolf bersama seorang gadis blasteran Eropa dan Asia. Mungkin korban aborsi juga dulunya.
“Kak Alif hendak ke mana?” sapanya ramah. “Kenalkan calon aku Agatha Marian. Dia dari Rayap. Aku hendak saja mengantarkannya ke rumahnya.”
“Ke blok berikutnya Adik Adolf!” sahut Alif.
“Itu Semut-nya Kak Andro ya, komandan aku?”
“Iya, Andro katanya ada tugas.”
“Komandan dipanggil ke bagian Utara. Tetapi kakak tidak boleh ke sana?”
Mereka berpisah. Alif kemudian melalui jembatan yang menyeberangi sungai dengan kedalaman cukup tinggi. Dia tahu itu sungai yang dilaluinya ketika kencan dengan Zahra. Jembatan itu terbuat beton dengan pagar kayu lebar lima meter dan panjang sekitar seratus meter untuk tiba di sisi seberang.
Sebetulnya kendaraan semut bisa merayap melalui tebing, bahkan vertikal 90 derajat, tetapi Alif ingin santai.
Setelah melalui hutan pohon sukun dan pohon sagu Alif tiba di Blok berikutnya yang ia sebut sebagai Blok III. Kawasan ini tempat tinggal para semut, walau bagian serdadunya lebih lama berpatroli atau berlatih di bagian lain pulau.
Apartemen semut menakjubkan. Ruang makan bersama mereka seperti enam daun yang ditumpuk dengan tiang seperti dahan. Hari ini yang tinggal hanya berapa orang yang menyiapkan dapur. Anak-anak bermain panjat memanjat tiang dengan tangkas di bawah pengawasan remaja yang lebih tua.