Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Bangkit: Inovasi Bagus, Drama Lebay dan Kurang Pemain

1 Agustus 2016   15:08 Diperbarui: 1 Agustus 2016   18:33 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan dalam fil Bangkit : masih kasar tetapi sudah melakukan terobosan | Credit foto: Bangkit The Movie

Kemudian ketika keberadaan terowongan (tentunya fiktif)  yang menurut Profesor Pongky Irawan, sejarawan dalam film ini  yang ceritanya sudah sejak zaman penjajahan menghubungkan Meester Cornelis, Museum Fatahillah, Masjid Istqal, Stasiun Manggarai hingga laut tampak begitu bersih. Pemandangannya mengingatkan saya pada gua Belanda di Dago Pakar, Taman Hutan Raya Djuanda Bandung. Masa iya lorong yang tidak diketahui keberadaannya tampak bersih, tidak ada binatang, kemudian terkunci dan berterali yang mudah dibuka? Kemudian ketika para tokoh utamanya tiba di Tanjung Priuk  suasananya aman-aman saja. Masa gempa bumi sebesar itu tidak memberikan dampak apa-apa pada Tanjung Priuk? Pertanyaan lain memangnya kota di Indonesia hanya Jakarta? 

Cerita Lebay

Dari segi cerita “lebay”, kata bahasa gaulnya. Seorang Denanda, seorang dokter bersama keluarganya menunggu di gereja terendam banjir, masa tidak bisa menduga bahwa tunangannya kemungkinan juga menghadapi kendala banjir? Apalagi adegan akhir yang sangat lebay yang membuat saya malas mendengar dialog  sepasang kekasih itu. Cerita Adri yang tidak bisa melihat anaknya Eka tampil dalam pertunjukkan resistal piano karena kesibukannya sebagai anggota SAR mungkin terinspirasi film Hollywood. Oh, ya  mungkin karena referensinya film Hollywood, tokoh-tokohnya mirip tokoh-tokoh di Amerika yang cenderung individualis dan kekerabatan yang luas khas Indonesia tidak terasa.

Dari departemen kasting, Putri Ayudya saya beri ekspetasi tinggi sebagak aktris yang berangkat dari teater. Emosinya turun naik, terutama dalam adegan sebagai ibu yang kehilangan anaknya. “Aku yang kehilangan, bukan kamu yang kehilangan,” kata-katanya dingin menusuk sang suami dan juga saya sebagai penonton. Dibanding tokoh-tokoh lain, aktris ini rela tampak kumuh setelah mengalami bencana. Bahkan petugas SAR pun terlihat bersih (sempat mandi dari mana?).

Vino G Bastian dan Acha Septriasa lumayan, tetapi bukan penampilan terbaik mereka. Deva Mahenra masih terlalu  “anak-anak” untuk jadi karakter ahli metereologi yang punya kecerdasan maping dan juga sebagai tunangan seorang perempuan dewasa. Dia tampak seperti adiknya Acha Septriasa daripada kekasih. Pemeran Eka dan Dwi, serta Opa Pongky Irawan malah lebih natural, walau saya tidak kenal mereka.

Terlepas dari banyak kekurangan, para sineas film ini patut diberi acungan jempol. 

---

Judul  Film           :  Bangkit

Sutradara            :  Rako Prijanto

Bintang                 :  Vino G Bastian, Putri Ayudya, Deva Mahenra, Acha Septriasa

Rated                    :   **

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun