Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1957 (2) Geger Rock N Roll dan Demam "Tiga Dara"

28 Oktober 2014   01:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:31 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_369771" align="aligncenter" width="300" caption="Demonstrasi memprotes Rock N Roll 17 Februari 2014 (Foto Irvan Sjafari Repro Aneka 1 Maret 1957)"][/caption]

Pada Sabtu malam 9 Februari 1957 Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), seorang Belanda bernama Willy F Brandonmenyelenggarakan kegiatan yang disebut “Film Ball” di Hotel Homann Bandung. Tujuannya ialah mendekatkan para pengemar film dengan bintang-bintangIndonesia serta menimbulkan hasratcinta pada usaha dunia film Indonesia.Idenya ialah para undangan meniru bintang film luar negeri.Acara “mirip bintang” ini dimeriahkan oleh pertunjukkan Rock N Roll.

Sebagai pemenang dari Film Ball ini Sonja Van Der Wyck yang mirip aktris Hollywood susan Hayward, Ny. Frankensebagai Donna Reed dan rombongan Rock N Roll Ding Dong (mirip kleompok Bil Halley dan His Comet dengan Rock Around The Clock).Hadir dalam acara inisejumlah bintang masa itu seperti Tina Melinda, Mieke Widjaja, Joyce Pelupessy.Persoalannya ada pada tari-tarian rock n roll yang dinilai melanggar norma-norma ketimuran, mulai dari pakaian peserta hingga gerakan-gerakannya yang dianggap liar(menurut tolak ukur 1950-an). Selain itu di antara para penonton terdapat remaja usia belasan tahun.

Bahkan yang banyak ikut dalam pesta rock n roll itu justru adalah remaja di bawah 17 tahun mengikuti lagu yang dibawakan Joyce Peluppesy. Cara pemuda yang hadir di acara itu mengajak aktris berdansa dalam acara itu dianggap sudah melecehkan sang aktris, hingga menimbulkan protes dari aktris sendiri. (Pikiran Rakjat, 11 Februari 1957, Pikiran Rakjat, 16 Februari 1957, Pikiran Rakjat, 19 Februari 1957,Aneka, Tahun VIII 1 Maret 1957).

Reaksi keras pun bermunculan hanya dua hari sesudah acara. Pengurus Pusat Tentara Pelajar Republik Indonesiamengirim surat kepada pihak yang berwajib di Bandung. Mereka menuding pihak berwajib tidak berdaya membasmi ekses cabul yang melunturkan moral masyarakat. Protes keras Reaksi juga datang dari pimpinan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) Daerah Priangan. Bahkan pimpinan IPPI melihat persoalan ini berhubungan erat usaha golongan anti Republik Indonesia yang mencoba melakukan infiltrasi lewat kebudayaan(Pikiran Rakjat, 11 Februari 1957).

Pihak yang mengecam semakin membesar. Pada selsa 12 Februari 1957 , sebanyak 24 organisasi pemuda, pelajar, mahasiswamengadakan rapat di Jalan Riau 71. Organisasi lain yang menggabungkan diri dengan TRIP dan IPPI antara lain Pemuda Rakyat, Lekra, GPII, CGMI, Nonoman Sunda. Mereka menyebutkan bahwa Film Ball menjatuhkan moral patriot justru pada masa persidangan konstituante yang juga bertempat di hotel yang sama. Bahkan Lekra protes adanya pemuka rakyat (anggota Dewan Konstituante) yang seharusnya mempunyai kelakukan sesuai dengan kedudukan kehormatannyamalah ikut melanggar kesopanan(Pikiran Rakjat, 13 Februari 1957).

Geger tarirock n roll dalam acara "Film Ball" ini menjadi besar karena adanya anggota konstituante hadir di acara itu menjadi politis.Organisasi pemuda dari golongan agama, komunis, militer dan kesukuan yang biasanya bertentangan, kali ini bersatu.Lekra menyebutnya sebagai Malam Cabuldan ditujukan untuk menjebak para wakil rakyat.Jumlah organisasi yang protes menjadi 31organisasi pada keesokan harinya ketika mereka menghadap wakil ketua DPRD Kota Besar Bandung,Mereka menuntut Brandon dipesona nongratakan.Protes juga ditujukan pada Saddak pemilik Hotel Homann temapt penyelenggaraan Film Ball (Pikiran Rakjat, 14 Februari 1957).

Politisi perempuan dari kelompok muslim yang paling vokal di Jawa Barat masa itu Hadidjah Salim yang juga anggota DPRD Provinsi Jawa Barat menyokong delegasi yang datang dan menyerukan adanya tindakan revolusioner. Hadidjah Salim juga menyayangkan hadirnya beberapa anggota konstituanteyang sampai hatinya berbuat cabul. Haji Sobandi Ketua Umum Masyumi Cabang Bandung juga mempertanyakan Film Ball itu(Pikiran Rakjat, 14 Februari 1957).

DPRD Kota Besar Bandung mengadakan sidang membicarakan protes bersama 31 organisasi massa itu pada Jum’at 15 Februari 1957. AK Basuni (Masyumi) dalam pidatonya menyatakan negara tidak bisa bangun dengan tiadanya susila. Dia meminta dewan mampu melihat ke depan sebagai wakil masyarakat Bandung dan wajib menjaga supaya Bandung jangan dijadikan kota tempat memuaskan hawa nafsu. Politisi lainnya Ny. Amartiwi Saleh menyebutkan digemarinya rock n roll sebagai akibat kekosongan jiwa (Pikiran Rakjat, 16 Februari 1957).

Minggu 17 Februari di halaman Balai Kota Bandung sakitar pukul 10 diadakan RapatRaksasa Pemberantasan Cabulyang diikuti 48 organisasi.Para peserta menggelar spanduk-spanduk dan poster: “Usirlah Brandon dari Indonesia”, “ Brandon Pesona Non Grata”, Stop Rock N Roll”, “Stop Madjalah/Buku Tjabul”.Mereka juga mengadakan dmeonstrasi di depan Hotel Homann.Gubernur Jawa barat Sanusi Hardjadinatadi Jalan Lembang menerima 15 orang di rumanya dan menyatakan simpatinya(PikiranRakjat, 18 Februari 1957, Aneka Tahun VIII, 1 Maret 1957).

Pihak kepolisian terdesak. Pada Senin 18 Februari 1957 Kepala Polisi Keresidenan Priangan Mustafe Pane mengadakan pertemuan dengan para pemilik hotel di Bandung, seperti Hotel Savoy Homann, Preanger, Orient. Dalam pertemuan itu polisi melarang penyelenggaraan pesta dansa yang dipandang melanggar norma-norma kesusilaan timur. Selain itu polisi juga mengadakan pertemuan dengan para guru dansa pada 19 Fberuari 1957 namun hanya dua guru yang datang,di antara Van der Kraan.Kepada dua guru dansa ini polisi meminta agar jangan diajarkan dansa rock n roll dan dansa yang disebut Boogie Wogie.

Dalam pertemuan itu polisi menyebutkan kegiatan dansa dibatasi hingga jam 24.00.Bahkan pakaian ballerina saja disorot. Disebutkan bahwa pakaian ballerina umur 17 tahun ke atas akan beda reaksinya bagi penonton jika dikenakan ballerina umur 7 tahun. Ketua Dance Club (Bandung) Suhandiiktu mmebeirkan pernyataan bahwa ada dua golongan orang yang ingin belajar dansa. Pertama yang ingin tahu seni dansa dan satu golongan lagi malah sebanyak 75% hanya ingin pegang-pegang perempuan saja (Pikiran Rakjat, 19 Februari 1957, Pikiran Rakjat, 20 Februari 1957, dan 22 Februari 1957).

Protes terhadap Dansa Rock N Roll ini mencapai puncaknya dengan penculikan terhadap Ny, Maria Ulfah Santoso oleh delapan pemuda dari Gedung Perusahan Film Universal ke rumah Jalan Waringin ke dalam Opelet nomor B 54555. Ketua Panitia Sensor Film ini sebetulnay ingin menyaksikanpemutaran film Don’t Knock The Rock bersama 30 anggota delegasi wanita lainnya.Maria Ulfah sebetulnya ingin menyaksikan film itu atas permintaan PB Pewari. Para pemuda menyatakan protesnya dan kemduian melepaskan Maria Ulfah (Pikiran Rakjat, 1 Maret 1957).

Gayus Siagian dalam tulisannya di Majalah Aneka 1 Maret 1957 menyebutkan bahwa generasi mdua sekarang sering mencela generasi muda yang memegang kekuasaan dan memimpin negara sekarang dan mengatakan bahwa generasi tua ini harus diganti karena sudah bobrok.Tetapi siapa yang harus menggantinya?Generasi rock n roll? Generasi cha cha cha yang tidak mempunjai tjita2 lebih tinggi daripada kebudajaan coca-cola?

Penulis artikel ini menuding badan sensor lebih suka memotong adegan ciuman daripada menolak film Rock Around The Clock, Don’t Knock The Rock dan Rock, Rock, Rock.RRI lebih suka menyiarkan lagu-lagu dari Bill Haley daripada ciptaan Amir Pasaribu.Gayus menyebutkan mereka yang meniru-niru bintang Hollywood itu sebetulnya mempunyai inferioritas complex. Menurut Gajus, dansa di Film Ball hanya letusan dari suasana yang laten akibat cabul.Dia juga menyebutkan bahwa dana jensi lain seperti tangi dan foxtrot juga bisa menimbulkan efek cabul.

Pada April 1957 PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Kota Bandung melakukan pernyataan bersama menolak masuknya kebudayaan dan kesenian asing yang bertentangan dengan norma-norma dan kesopanan bangsa Indonesia (Pikiran Rakjat, 6 April 1957).

Majalah Merdeka edisi 7-16 Februari 1957 menyebutkan bahwaterjadi perubahan dari era 1930-an di mana orangtua berpegang erat pada norma agama bergeser ketika berpergian bersama pemuda-pemudi, baik ke sekolah maupun ke tempat pesta dan tamasya adalah hal yang biasa.Para pemudi berlenggak-lenggok seperti Marlyn Monroe dan para pemudanya berkeliaran dengan celana-celana sempit dan sepanjang jalan bergerombolan naik sepeda dengan sadel ditinggikan.

Gadis-gadis djaman sekarangpun bersepeda dengan tjara jang sedemikian pula, dan apabila mereka berpakaian rok sempit dilengkapi badju kaos jg berwarna2 dan djarang serta rambut ditjukur pendek, sulitlah bagi kota membedakan bahwa ia lelaki atau perempuan. Dan djika ia menghias rmabutnja menurut mode jang dinamakan mode ekor kuda, kadang2 kita mengira tidak berada di Indonesia…

Dalam edisi2 Februari 1957Merdeka juga melaporkan begitu kuatnya pengaruh rock n roll bisa membuat penonton usia 16 tahun mengikuti irama musik di Gedung bioskop. Anak-anak usia 16 tahun ikut mengoyangkan badannya ketika irama musik dari film mengalun. Teriakan mereka bergema di bioskop. Elvis Presley  menurut artikel itu menjadi idola setiap gadis remaja.

Di Amerika Serikat sebetulnya musik rock n roll tumbuh bersama dengan generasi apa yang disebut sebagai Baby Boom. Rock N Rolladalah music komplit mulai dari menari, berbusana, di mana pemuda Amerika bosan dengan kemapanna. Musik ini adalah bagian dari counter culture dan pada perkembangannya mempunyai ideologi, menolak rasialisme, perangdan sebagainya seperti pada induknya : music rock, seperti yang ditulis oleh David N. Townsend “ Changing The World:Rock 'n' Roll Culture and Ideology http://www.dntownsend.com/Site/Rock/rcksum.htm

Jawara Menyanyi Bandung 1957

Musik Rock N Roll menghadapi serangan hebat di kota Bandung dan menjalar ke kota-kota lain, seperti Jakarta. Tetapi sebetulnya musik di kota ini justru sedang bangkit dan tidak bisa diarahkan harus mengikuti selera penguasa atau ideologi tertentu.Apalagi penggemar musik berbasis pada kalangan pelajar dan mahasiswa. Pada akhir Maret 1957 Dewan Mahasiswa UI Koordinator Bandung membuka Song and Music Contest di Gedung Panti Budaja untuk kategori, seriosa, hiburan, kroncong dan klaisk, baik untuk pria mau pun wanita. Para peserta datang dari kalangan terdidik seperti mahasiswa dan pelajar tingkat SMA.

Ada tiga nama yang menonjol di antara 60 peserta.Untuk pria Katalies Panigoro, muris SMAK yang jadi juara musik klasik. Dia juga mendapatkan nomor untuk tingkat seriosa pria.Nama Katilies Panigoromenarik karena berhubungan dengan Jusuf Panigoro yang kelak menurunkan nama pengusaha besar Arifin Panigoro.Di kalangan penyanyi perempuan mencuat nama Lenny Liem yang menjadi juara seriosa wanita dan juara kedua klasik (di bawah Katalies).

Dalam Aneka No.7/VII 1 Mei 1957Lenny liem disebutkan sebagai putri dari Liem Pek djian, seorang pengusaha bunga di Bandung.Kelahiran Banjumas 1933 ini sebetulnya menempuh pendidikan bagian apotheker.Lomba Song and Music Contest ini adalah lomba yang kesekian diikuti sesudah loma yang diselenggarakan Concentration Mahasiswa Bandung pada 1955.Lenny juga menjadi juara pertama Bintang Radio Jawa Barat dan juga menjadi juara nasional bagian seriosa.

Nama ketiga ialah Donny Saleh yang menjadi juara ketiga untuk tingkatkroncong putra.Pada September 1957 Bintang Radio Tingkat Nasional, Donny Saleh mendpaat jura untuk kategori hiburan. Dia muncul bersama Norma Sangers (Jakarta) dan Pranadjaja(Jakarta). Sementara Lenny Liem hanya masuk sebagai finalisSeriosa Wanita. Jago Bandung lainnyaNina Kirana juga gagal di hiburan wanita. (AnekaNo.21, 20 September 1957).

Ketika “Tiga Dara” menjadi Pop Culture

Namun di luar demam Rock N Roll sebetulnya histeria massa pada dunia hiburan bukanlah datang dari para bintang hiburan itu.Jauh lebih berpengaruh adalah Tiga Dara sebuah film karya Usmar Ismail yang diproduksi pada 1956, namun pengaruhnya terasa pada 1957. Film ini boleh dibilang film musikal yang paling pertama dan populer di Indonesia. Film moedi romantic initampaknyadipengaruhi film-film musikal Hollywood produksi MGM dan diadopsi dengan cerdik oleh Usmar Ismail.

[caption id="attachment_369774" align="aligncenter" width="300" caption="Adegan dalam Tiga Dara (kredit foto Tiga Dara http://www.city.fukuoka.lg.jp/)"]

14144096621260272456
14144096621260272456
[/caption]

Menurut RosihanAnwar dalam bukunya Petite Histoire Indonesia volume 2, Jakarta: Kompas Gramedia, 2009 ( halaman 34) film ini merupakan film yang komunikatif bagi penonton. Nama Chitra Dewi, Mieke Widjaja dan Indriati Iskak melejit lewat film ini.Soundtrack dari Tiga Dara segera menjadi populer. "Tiga Dara" yang dinyanyikan oleh ketiga dara Chitra Dewi, Mieke Widjaja, Indriati Iskak yang musiknya digarap oleh Syaiful Bachrie terutama di kota Bandung yang menjadi salah satu setting filmini.

H. Asby dalam artikelnya “Tiga dalam peneropongan” dimuat dalam Aneka No 22 Tahun VIII 1 Oktober 1957 kekuatan film ini adalah mengawinkan bintang-bintang kenamaan dengan calon bintang.Muka baru dalam film ini antara lain Bambang Irawan dan Indriati Iskak. Kekuatan lain adalah tari dan menyanyi yang begitu memukau." Promosinya bagus dengan munculnya atraksi sensasional“Tiga Dara” dalam pertunjukkan perdana di bioskop Capitol Jakarta.

Pada masa itu Bioskop Capitol merupakan salah satu bioskop yang enggan memutar film Indonesia, kecuali Krisis karya Usmar ismail lainnya dan Tiga Dara.Di beberapa kota diadakan kontes mirip “Tiga Dara”. Di kota Bandung lomba itu diadakan di Hotel Homann oleh Perfini dan organisasi Persit (Persatuan Istri tentara) dan PMB (Persatuan Mahasiswa Bandung).Tiap peserta masing-masing tiga orang.Dalam Majalah Aneka Nomor 24 tertanggal 20 Oktober 1957 lomba itu dimenangkan Bettiana Zuniasih dan Henny Winter untuk juara pertama.Juara kedua, Husna Detiana, Suriana Ratna dan Linda Marliana Maroni. Pasangan paling muda Fientje, Dietnje dan Noortje Soepandi.

[caption id="attachment_369775" align="aligncenter" width="300" caption="Kontes 3 Dara di Bandung (foto irvan sjafari repro Aneka 20 Oktober 1957) "]

14144097831126212111
14144097831126212111
[/caption]



Model rambut ala aktris “Tiga Dara” menular ke para remaja hingga gadis muda dewasa. Mereka suka menggulung rambutnya seperti Indriati iskak.Model rambut Indriati Iskak bersaing dengan model rambut Doris Day.Setiap pertunjukkan Tiga Dara diserbu penoton di berbagai kota, bahkan rela membeli dari tukang catut berkali lipat harganya (Aneka nomor 28, 1 Desember 1957). Aktris Tiga Dara berbelanja  ke toko  mana punhingga gadis-gadis berambut ala "Tiga Dara"  menjadi berita masa itu.

Irvan Sjafari

Foto:

Tulisan yang relevan:

http://sejarah.kompasiana.com/2014/09/10/bandung-1956-8-rock-nroll-kontes-ngibing-heboh-tukang-pijat-wanita-persib-dibantai-yugoslavia--686985.html

http://sejarah.kompasiana.com/2012/11/08/bandung-1954-mahasiswa-menggugat-dansa-pelajar-menggugat-perkawinan-di-bawah-umur-501602.html

http://sejarah.kompasiana.com/2012/02/03/bandung-1952-3-mahasiswa-bahasa-belanda-dansa-432568.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun