Suatu hari Sang Ayah enggan melepas "puisi"-nya
Baginya, "puisi"-nya itu harus benar-benar dijaga
Tak ia lepas sedetikpunÂ
Kemarin, sang "puisi" itu meminta izin
Melanjutkan mewujudkan mimpinya
Sang Ayah tak mau melepas, ia antar dan ia jemputÂ
Padahal, "Puisi"-nya ini yang paling diandalkan di luar sana
Padahal, "Puisi"-nya ini bisa melakukan apapun sendiriÂ
Entah, apa alasan sang Ayah?
Mungkin karena takut aksaranya jatuh pada hal yang tak baik,
atau mungkin karena besarnya rasa bersalah yang ia rasakan terhadap setiap bait yang adaÂ
Pada hari itu, sang "puisi" melangitkan do'a untuknya
Jika ia melakukan semua karena alasan pertama,
maka ridhoi-lah "Puisi" pada tiap bait dan baris yang ada.
Lancarkan dan Permudahlah urusannyaÂ
Namun, jika ia melakukan ini karena alasan kedua.
Sampaikanlah padanya bahwa, Demi Tuhan, ini bukan salahnya.
Titipkan pesan padanya, ini adalah cara-Nya menjaga "puisi" agar ia bisa tumbuh
pada hal-hal yang mungkin membuatnya runtuh
Tuhan, terima kasih
Sudah menganugerahkan Ayah yang baik
untuk "puisi" yang biasa itu.Â
Tangerang, 12 September 2024Â
Juriah RistianiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H