Pertumbuhan E-Commerce Melonjak Pesat Saat COVID-19, Bagaimana Sektor Mikro Menanggapinya?-Setelah mengalami pertumbuhan yang cukup stabil setelah pandemi dalam kurun beberapa dekade, e-commerce kembali mengalami lonjakan yang sangat tinggi dan bahkan menyentuh triple digit dari biasanya. Lonjakan ini tidaklah lain karena adanya dampak dari kebijakan untuk melakukan karantina mandiri dan juga social/ physical distancing di berbagai negara dan juga daerah.Â
Di Indonesia sendiri, mengungkap bahwa jumlah pengguna dan transaksi di
e-commerce platform seperti Tokopedia, Lazada, Shopee dan lainnya, juga mengalami lonjakan signifikan selama pandemi virus corona ini berlangsung. Gejolak tinggi penjualan di e-commerce ini dapat dirasakan oleh beberapa Brand, khususnya yang memiliki produk-produk kesehatan dan juga kebutuhan rumah tangga. Penerapan kebijakan social/ physical distancing ini, secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk mencoba alternatif lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka yaitu dengan berbelanja online.Â
Usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berada di rumah ini, juga menjadi perhatian pemerintah di beberapa negara terdampak. Pemerintah Indonesia menyikapi hal ini dengan memperbolehkan perusahaan-perusahaan penyedia, serta penyalur produk kebutuhan masyarakat untuk tetap beroperasi. Selama logistik masih bisa beroperasi, maka transaksi online-pun akan dapat terus berjalan. Berikut adalah beberapa kategori produk yang mengalami lonjakan permintaan selama pandemic Corona berlangsung menurut Amazon.Â
Bagi Brand yang sudah siap/ matang di e-commerce & berada dalam diagram  permintaan tinggi, tentunya memiliki keuntungan yang lebih dalam situasi ini. Namun sangat disayangkan, nyatanya masih banyak Brand yang belum siap dengan perubahan ini. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Profitero & Kantar beberapa bulan yang lalu, dari 200 Brands Executive hanya sebanyak 17% Brands yang percaya diri bahwa mereka lebih unggul dibandingkan dengan kompetitor mereka di ranah e-commerce. 71% lainnya mengatakan bahwa Brand mereka masih dalam tahap mendekati atau berusaha menyeimbangkan situasi dengan kompetitor.Â
Dalam beberapa bulan mendatang, dari yang 71% ini tentunya Brand akan dipaksa untuk mendobrak kebiasaan lama dan didorong penuh untuk memenuhi permintaan dengan semaksimal mungkin.
Penjual berhenti menggunakan taktik offline untuk online karena hal ini sangatlah berbeda malah bisa menimbulkan konflik perang dagang antar ritel offline dengan online dalam satu brand yang sama.