Mohon tunggu...
Juragan Minyak
Juragan Minyak Mohon Tunggu... -

Warganegara biasa, tinggal di Jakarta "Kota Sejuta Knalpot Berisik Orang-orang Nyentrik Akibat Sirik". Awalnya kusedot selang minyak setiap liter. Kini beberapa drum minyak kubeli dari truk tanki Pertamina. Bercita-cita suatu saat perusahaan Pertamina bisa kubeli.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Geng Motor di Jakarta Dipelihara

17 Mei 2013   07:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:27 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="491" caption="Sumber: Kompas.com"][/caption] Penindakan terhadap para anggota geng motor di Pekanbaru menghiasi media massa cetak dan elektronik. Berita itu menggembirakan masyarakat yang sudah sejak lama menantikan penindakan nyata. Bukan basa-basi. Setitik harapan muncul. Bak gayung bersambut, kepolisian di daerah lain pun mengikuti koleganya di daerah Sumatera itu. Di Makassar, sekan tak mau kalah. Ancaman tembak di tempat ditebar. Geng motor telah menjadi akronim yang berkonotasi kekerasan dan kejahatan. Sejatinya bukan geng motornya yang seharusnya diburu. Tetapi perilaku geng motor yang perlu ditumpas. Rupanya kepolisian lebih mementingkan cap daripada isinya. Atau mungkin saja, semua yang berbusana geng motor  berperilaku geng motor. Perilaku geng motor mudah dijumpai di setiap sudut kota Jakarta. Tetapi karena mereka tak menyebut sebagai geng motor, kepolisian Polda Metro seperti mendapat alasan untuk membiarkan perilaku geng motor berkembang sejak kaki pengendara motor belum mampu menyentuh tanah. Padahal, kantor kepolisian di wilayah Polda Metro tidak saja tersebar hingga ke setiap kecamatan berupa kantor-kantor Polsek. Polda Metro memiliki kemewahan karena memiliki aparat hingga ke kantor sub-Polsek. Dengan sebaran yang sedemikian luas, sungguh sangat mengherankan perilaku geng motor dibiarkan tumbuh dan berkembang di mana pun ada jalan yang bisa dilalui motor. Perilaku geng motor mudah dikenali. Lihat saja knalpotnya yang tak berpenyaring. Mereka  meneror lingkungannya dengan cara menarik-narik tali gas. Arogansinya ditunjukkan dengan beperilaku yang melanggar aturan. Semakin mereka bisa menunjukkan tindakan melanggar aturan, mereka semakin bangga. Beberapa dari mereka, perilakunya berakibat fatal. Kecelakaan. Fatal karena mengakibatkan orang lain celaka. Sampai saat ini tak pernah sekali pun kepolisian Polda Metro menuntut tanggung jawab orang tua dari pengendara di bawah umur. Padahal seharusnya orang tua wajib mengawasi anak-anaknya. Lalai mengawasi saja seharusnya memikul tanggung jawab hukum anak-anaknya. Apalagi menyuruh, atau bahkan turut berrbangga anak-anaknya berperilaku geng motor. Perilaku geng motor mudah dijumpai pada anak-anak muda tanggung yang masih sekolah SMP dan SMA. Pencarian identitas. Cilakanya, pihak sekolah seperti tak mau ambil pusing dengan perilaku geng motor terhadap anak-anak didiknya. Bila sekolah mau bekerja sedikit lebih banyak dari sekedar mengajar rumus-rumus, penularan penyakit mental geng motor semestinya dapat ditekan. Dan yang paling parah, Guernur DKI yang sering muncul di media massa menjajikan pembangunan masyarakat sosial juga sama sekali tak memiliki sensitivitas. Entahlah apa kesibukan beliau hingga tak sempat mengetahui penyebaran bibit penyakit mental di masyarakat. Berita-berita penindakan geng motor di media massa lokal dan nasional seakan tak terdengar di telinga beliau-beliau. Gubernur sebagai kepala wilayah sebenarnya memiliki kewenangan mengkoordinasikan penegakan ketertiban dan ketenteraman di wilayahnya. Gubernur juga memiliki jaringan hingga ke tingkat kelurahan yang bila dimanfaatkan akan efektif mendeteksi gejala-gejala perilaku geng motor di setiaprumah. Gubernur juga memiliki kaki tangan di semua sekolah melalui Dinas Pendidikan. Tetapi itu semua tak dilakukan di Jakarta, di ibu kota negara. Ironis, geng motor di kejar-kejar di daerah, tetapi justru dipelihara di Jakarta. Parah!

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun