Mohon tunggu...
Moheng Gonzales
Moheng Gonzales Mohon Tunggu... Seniman - Come Back
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

five nine and seven three...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendidik dengan Hati Nurani

2 Juni 2020   19:07 Diperbarui: 2 Juni 2020   19:14 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : koleksikartunku.blogspot.com

Undang-undang no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memunculkan paradigm baru, yakni guru "Profesional". Seorang guru profesional harus melaksanakan tugas atau kewajiban sesuai prinsip bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Luar biasa!.

Usaha pemerintah tersebut merupakan jawaban atas tudingan bahwa carut-marutnya dunia pendidikan di Indonesia disebabkan tidak profesionalnya guru. Masih banyak guru di Indonesia yang memiliki sifat serta prilaku tidak profesional sebagai seorang guru.

Pertama, guru malas membuat perangkat mengajar dalam setiap program pengajarannya. Ada juga yang mengambil atau meminjam perangkat milik guru lain, yang dikenal dengan istilah copy paste. Alasan mereka beragam. Diantaranya sibuk mencari tambahan penghasilan (karena gaji guru masih kurang).

Padahal, guru seharusnya punya perencanaan matang (planning) sebelum menyampaikan materi pelajaran kepada siswanya. Kemudian juga guru harus menganalisa hasil pembelajaran sebagai sarana evaluasi (evaluating).

Kedua, guru malas menambah pengetahuan melalui membaca buku. Itu akan berpengaruh terhadap metode pembelajaran yang diberikan kepada siswa. Siswa bosan dan malas dengan metode yang itu-itu saja. Guru menyuruh siswanya untuk membaca. Tapi, guru sendiri tidak gemar membaca.

Nasib perpustakaan daerah sepi karena pengunjung dari kalangan guru masih minim. Hal tersebut berkolerasi pada minimnya hasil penelitian guru. Penelitian tindakan kelas (PTK) tidak dibuat atas kesadaran sendiri untuk mencari jawaban atas permasalahan yang terjadi dalam program pengajarannya.

Ketiga, guru gaptek (gagap teknologi). Banyak guru yang tidak bisa mengoperasikan komputer. Padahal, penguasaan komputer sangant penting pada era digital yang menuntut kerja lebih cepat. Begitu pula dengan internet. Penguasaan internet menjadi penting agar guru punya pengetahuan lebih.

Kita tahu, dengan adanya pandemi virus corona covid-19 seluruh siswa diliburkan dan belajar di rumahnya masing-masing melalui media online, otomatais guru harus menggunakan internet. Bila guru belum menyentuh komputer dan internet, pendidikan kita akan berjalan di tempat.

Permasalahan siswa yang muncul, mulai kasus video mesum, free sex, perkelahian pelajar, narkoba, dan sebagainya, merupakan sebagian kecil dampak guru yang kurang profesional (maaf, tidak semua guru). Meski begitu profesionalisme tidaklah cukup. Keikhlasan seorang guru untuk mengabdikan diri demi pendidikan sangant diharapkan. Dengan keikhlasan, guru tidak segan-segan bekerja keras. Dengan demikian terciptalah metode-metode baru yang akan membuat siswa mudah mencerna materi pelajaran.

Keikhlasan muncul dari pribadi guru yang mau berusaha keras mengembangkan kemampuan. Merencanakan program, meneliti, dan belajar teknologi akan dilakukan demi keikhlasan. Guru yang profesional harus bisa mendidik secara profesional dan ikhlas. Keikhlasan berarti mendidik dengan hati-hati yang akan membuahkan siswa-siswa yang selalu hidup dalam kebenaran, yang menjadikan siswa itu sendiri teladan dalam berbuat baik.

Mendidik dengan hati nurani hanya punya satu tujuan. Yakni, terjadinya kesinambungan antara otak dengan hati. Maraknya kasus yang menimpa para pelajar dewasa ini, merupakan imbas dari guru yang tidak menggunakan hati nurani dalam mendidik. Jika otak dan hati nurani sudah disatukan, siswa akan berpikir seribu kali untuk melakukan perbuatan-perbuatan "tercelah". Semoga.

 *Singosari, 2 Juni 2020*

@jbarathan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun