Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik Kompasiana Awards 2024 | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025 | Salah Satu Pemenang Terpilih Lomba Menulis KPB “Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer” 2025

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Rumah ke Barak, di Mana Peran Orang Tua?

13 Mei 2025   08:02 Diperbarui: 13 Mei 2025   13:43 2371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang tumbuh tanpa bimbingan nilai dari orang tua.(Kompas.id) 

Gagasan tentang anak-anak bermasalah yang “dititipkan” ke barak militer bukanlah solusi yang bisa serta-merta dianggap menyeluruh. Ia hanya semacam pemantik, seperti anak kunci yang membuka gembok kesadaran atas satu realitas besar, kerapuhan peran keluarga, terutama ayah dan ibu, dalam proses pembentukan karakter anak-anak bangsa.

Kerapuhan ini bukan sekadar persoalan kecil. Dalam konteks pembangunan nasional, hal ini bisa berdampak besar. Tahun 2030-an, Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi, di mana 68,3% total penduduk Indonesia berada pada usia produktif (BPS, 2022).

Ini adalah peluang emas, tetapi juga bisa menjadi bencana demografi jika salah kelola. Maka pertanyaannya, benarkah kita telah siap menyambutnya? Benarkah anak-anak hari ini tengah tumbuh dalam pola pengasuhan yang matang dan memadai?

Barangkali tidak. Berbagai berita kriminal belakangan ini justru banyak diwarnai oleh aksi-aksi pelaku yang masih berusia remaja. Ini memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang keliru dalam proses tumbuh-kembang mereka.

Tak perlu jauh-jauh ke Ibu Kota Jakarta. Di provinsi tempat penulis tinggal, Lampung, pada beberapa tahun terakhir kerap terdengar kabar tentang tawuran remaja. Bahkan, setahun lalu, seorang korban kehilangan nyawanya akibat bentrokan tersebut.

Fenomena-fenomena inilah yang menjadi latar kemunculan gagasan, seperti yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi, untuk membawa anak-anak bermasalah masuk ke dalam barak militer sebagai upaya rehabilitasi karakter.

Terobosan ini, meski kontroversial, menunjukkan keberanian untuk bereksperimen di tengah krisis pengasuhan yang makin akut. Namun, tentu perlu kita cermati lebih dalam, apakah solusi ini benar-benar menyentuh akar masalah?

Rumah yang Rapuh

Pengalaman selama beberapa tahun sebagai guru yang terlibat dalam bidang kesiswaan menunjukkan bahwa anak-anak banyak membentuk perilaku melalui pengamatan dan peniruan terhadap orang dewasa di sekitarnya.

Jika lingkungan terdekat mereka, yakni keluarga, gagal menghadirkan sosok yang stabil dan memberi arah, maka anak akan mencari struktur dan identitas di luar rumah, termasuk di jalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun