Deep learning! Belajar yang melibatkan seluruh pancaindra, berpikir analitis, serta mampu merefleksi dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata.
Tidak sulit membayangkan konsep ini dalam pikiran, bagaimana idealnya deep learning bekerja dalam proses belajar-mengajar. Namun, yang terjadi di lapangan, teori justru sangat berbanding terbalik dengan praktik.
Refleksi mendalam yang seharusnya menjadi ciri khas deep learning malah terbatas pada pengukuran performa guru dalam menyampaikan materi di kelas melalui kuesioner semata.
Selama ini, kita terjebak dalam dogma bahwa siswa harus menguasai materi, meskipun hanya sebatas konsep teoritis. Kita jarang menengok bagaimana semangat kritis mereka tumbuh saat sebuah konsep ditanamkan dalam benak mereka.
Secara sederhana, seharusnya anak-anak merasa bersyukur sesaat setelah seorang guru menerangkan bagaimana sistem saraf bekerja. Mereka akan menyadari betapa besar nikmat Tuhan Yang Maha Esa yang memungkinkan sistem saraf bekerja sempurna tanpa hambatan. Atau, anak-anak akan merasa lebih peduli terhadap pola hidup sehat setelah mempelajari sistem ekskresi manusia.
Sayangnya, pembelajaran selama ini belum menyentuh kesadaran mereka secara utuh. Banyak materi yang disampaikan hanya berhenti pada tataran konsep pengetahuan, tanpa menjadikannya dasar bagi pemikiran kritis yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Guru Harus Berubah
Guru adalah kunci dalam mengubah pola pikir pembelajaran. Perubahan ini bukan sekadar tentang bagaimana merancang pembelajaran yang lebih mendalam, tetapi juga tentang mereformasi tujuan pendidikan secara menyeluruh.
Pendidikan seharusnya tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membantu siswa mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan kehidupan nyata. Lebih dari itu, pendidikan harus mampu membentuk moral dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan mempelajari Biologi, diharapkan rasa syukur, iman, dan takwa siswa bertambah karena menyadari betapa kompleks dan teraturnya tubuh makhluk hidup, sesuatu yang tak mungkin terjadi tanpa kuasa Tuhan.
Saat belajar pendidikan antikorupsi, siswa seharusnya menanamkan dalam hati bahwa kejujuran adalah segalanya, bahkan saat menghadapi godaan mencontek dalam kuis.