Ketika berita tentang korupsi, kekerasan, dan dekadensi moral terus bermunculan, kita patut bertanya, ke mana perginya nilai-nilai kebaikan? Agama sering kali hanya menjadi identitas di KTP, bukan pedoman hidup.
Jika sebuah keluarga menanamkan nilai-nilai agama dengan baik, lahirlah individu yang berakhlak. Jika puluhan keluarga membangun kesadaran religius, terciptalah komunitas yang berlandaskan moral.
Jika ratusan keluarga hidup dengan kaidah-kaidah syariat, terbentuklah lingkungan yang berkarakter. Dan ketika jutaan keluarga bersama-sama menanamkan, membangun, dan mengamalkan nilai-nilai agama, maka bangsa yang bermartabat bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan.
Namun, apakah realitas saat ini mencerminkan idealisme tersebut? Sayangnya, pengalaman saya sebagai guru justru sering kali menunjukkan kenyataan yang bertolak belakang.
Setiap kali memasuki jam pertama kegiatan belajar mengajar atau selepas Zuhur, saya selalu menyempatkan diri bertanya kepada siswa tentang bagaimana keadaan salat mereka.
Pemandangan yang saya temui sering kali mengundang keprihatinan. Ketika saya meminta mereka untuk mengangkat tangan bagi yang telah melaksanakan salat Subuh atau Zuhur, hanya segelintir yang melakukannya.
Realitas di kelas saya ini hanyalah gambaran kecil dari masalah yang lebih luas. Sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2021, bekerja sama dengan Goethe Institute dan The Friedrich Naumann Foundation for Freedom, mengungkapkan bahwa tingkat ketaatan beragama di kalangan kaum muda Muslim Indonesia tergolong rendah.
Hanya 28,7 persen responden yang mengaku melaksanakan salat lima waktu, dan yang lebih mengkhawatirkan, hanya 11,7 persen yang mengaku memahami sebagian besar isi Al-Qur’an.
Data ini seolah menjadi cermin atas apa yang saya saksikan di kelas. Jauh sebelum saya menyadari kondisi ini secara langsung, angka-angka sudah berbicara, generasi muda kita mulai menjauh dari nilai-nilai agama.
Pertanyaannya, sampai kapan kita akan membiarkan ini terus terjadi? Jika nilai-nilai agama semakin ditinggalkan, bagaimana masa depan bangsa ini?