Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik Kompasiana Awards 2024 | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025 | Salah Satu Pemenang Terpilih Lomba Menulis KPB “Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer” 2025

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ramadan dan Karakter, Makna Berbuka Puasa Bersama

9 Maret 2025   06:42 Diperbarui: 10 Maret 2025   05:27 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan karakter bukan sesuatu yang hanya diajarkan di sekolah, melainkan ditanamkan dalam rutinitas dan pengalaman sehari-hari.  

Ramadan menjadi momentum penting bagi orang tua untuk mengenalkan nilai-nilai kesabaran, kepedulian, dan kebersamaan melalui pengalaman konkret dan bermakna.

Sejak usia taman kanak-kanak, anak-anak saya, si sulung dan si bungsu, selalu saya ajak berbuka puasa bersama di masjid saat Ramadan tiba. 

Pada awalnya, mereka tampak ragu dan enggan. Mereka bahkan sempat menolak dengan alasan tidak memiliki teman di masjid. Padahal, masjid justru ramai oleh anak-anak seusia mereka. 

Barangkali maksud mereka bukan tidak ada teman, tetapi tidak ada teman yang bisa diajak berbincang atau bermain di sana.

Namun, dengan sedikit ketegasan (dan sedikit paksaan), akhirnya mereka mulai mengikuti ajakan saya. Meskipun awalnya malu-malu, lama-kelamaan mereka justru menantikan momen berbuka puasa di masjid. Kini, tradisi itu telah menjadi salah satu agenda Ramadan yang mereka nantikan setiap tahun.

Kebiasaan ini bukan sekadar soal berbuka bersama, tetapi juga bagian dari pembentukan karakter sejak dini. Anak-anak belajar berbagi makanan, menahan diri untuk tidak berebut saat mengambil takjil, dan mengenali nilai kebersamaan dalam komunitas yang lebih luas. 

Nilai-nilai ini selaras dengan konsep pendidikan karakter yang menekankan aspek moral, sosial, dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan karakter di rumah dan sekolah seharusnya berjalan beriringan. Sayangnya, banyak sekolah masih terjebak dalam pendekatan kognitif yang menitikberatkan prestasi akademik, sementara pembentukan karakter sering kali dianggap sekadar pelengkap. 

Menghidupkan nilai-nilai karakter melalui kebiasaan di rumah dan lingkungan sosial menjadi langkah penting dalam membangun generasi yang lebih empati dan bertanggung jawab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun