Aulia menatap buku harian lusuh yang tergeletak di pangkuannya. Sekali pandang saja, orang bisa tahu bahwa buku itu telah dimakan waktu. Halamannya menguning, sudutnya terlipat, dan beberapa bagiannya ternoda oleh air mata yang sering jatuh setiap kali ia merindukan ibunya.
Hari ini adalah tonggak penting dalam hidupnya. Aulia yakin ibunya akan bangga, karena ia akhirnya hampir mewujudkan impian seumur hidupnya. Menjadi seorang advokat.
"Putriku akan menjadi cahaya bagi kebenaran, membela yang lemah tanpa gentar. Aulia Ramadhani akan melangkah dengan tegap, menembus batas yang pernah menghalangi, dan meraih kebebasan sejati dengan keberanian dan keadilan di tangannya."
Ia membaca ulang tulisan ibunya yang tertulis di halaman pertama buku itu. Kata-kata itu selalu menjadi penyemangat, tetapi hari ini, kalimat itu terasa lebih berat dari biasanya. Untuk pertama kalinya, ia akan beracara di ruang sidang. Bertahun-tahun ia belajar dan mempersiapkan diri, tetapi ketegangan tetap ada. Aulia mengepalkan tangan di sisinya, berusaha menenangkan diri.Â
Saat ia melangkah ke lorong panjang pengadilan, matanya menangkap refleksi dirinya di jendela besar. Terlihat seorang perempuan muda dalam jubah hitam dengan ekspresi tegas, tetapi dibalik itu, ada emosi yang bergejolak. Wanita itu dengan hati-hati menyimpan kembali buku harian sang ibu ke dalam tasnya, lalu melangkah tegap memasuki ruang sidang.Â
Pandangannya tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku pengunjung bersama putrinya. Klien pertamanya. Seorang ibu muda yang sedang memperjuangkan haknya setelah secara tidak adil kehilangan kebebasannya. Seorang wanita yang telah bertahan demi buah hatinya, meskipun orang yang seharusnya melindungi mereka justru menyakiti mereka.
Aulia menarik napas dalam, mengingat kembali tulisan ibunya. Ibunya ingin ia menjadi seseorang yang membela orang-orang kecil, memperjuangkan mereka yang suaranya tak terdengar. Negeri ini memang telah merdeka dari penjajahan, tetapi pelanggaran hak masih ada di mana-mana, menuntut keadilan.
Ia teringat perjuangan ibunya---seorang perempuan yang tidak diizinkan mengenyam pendidikan tinggi hanya karena ia perempuan. Namun, hal itu tidak membuat ibunya menyerah. Dengan bekerja siang dan malam---mencuci pakaian orang, menjual kue, dan mengambil pekerjaan apa pun yang bisa dilakukan---ibunya memastikan Aulia bisa bersekolah setinggi mungkin. Tak seperti dirinya.
"Aulia harus menjadi pengacara, Nak. Agar Ibu bisa melihat ada perempuan di keluarga kita yang berdiri tegak, membela yang benar," kata ibunya suatu malam.
Dan hari ini, Aulia akan memenuhi janji itu.