Mohon tunggu...
Junialdi Sabastian Fauzi
Junialdi Sabastian Fauzi Mohon Tunggu... Penjahit - ---

Wake up! You need to make money!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bekal Makan Siang

6 Juli 2020   07:12 Diperbarui: 6 Juli 2020   07:51 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini senin, dan upacara bendera masih belum sampai pada dongeng, eh pidato kepala sekolah yang seindah kisah seribu satu malam dan sudah membuat tidur padahal belum selesai malam pertama. Sambil menunggu upacara bendera selesai, Danang nongkrong di rumah dekat sekolah yang merangkap kantin sekaligus markas untuk murid-murid yang telat atau bolos pelajaran. Ia memang murid yang sering telat, tapi tidak pernah sekali pun membolos. Karena 'lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali'.

Upacara bendera selesai. Laksana Makoto Nagano di Ninja Warior, murid-murid yang telat berlomba-lomba melompati pagar kawat besi di belakang sekolah dengan cepat lagi lincah mengejar waktu dan yang lebih penting adalah menghindari tangkapan guru bp. Beruntung guru mata pelajaran pertama belum masuk saat Danang dan teman-temannya yang telat tiba di kelas. Belum selesai masuk ruang kelas, seperti baru gagal melewati metal detector dan tidak lulus sensor komisi penyiaran, bunyi pengumuman menyebutkan nama-nama penggawa yang hari ini telat, termasuk Danang. Mereka diberi hukuman untuk tetap menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan dengan melakukan upacara bendera mandiri hingga selesai istirahat pertama.

Seakan habis melakukakan aksi demo menolak RKUHP, dengan penuh peluh Danang dan teman-tamannya ingin ngadem di kelas sambil menikmati seplastik es teh sisri dari kantin sekolah. Ketika akan duduk, ia menjumpai tas yang lebih dulu menempati tempatnya. Tas kuning dengan gantungan kunci Spongebob, mengingatkan akan seorang teman masa kecilnya yang sangat menyukai kartun Spongebob.

Tepukan pada pundak dari belakang membuat Danang berpaling dan benar saja, Shinta teman masa kecilnya yang berpisah saat lulus sekolah dasar. Teman yang sering dijahilinya bahkan sampai menangis ketika Danang menghilangkan gantungan tas Spongebob kesukaan Shinta. Sejak saat itu Danang dan Shinta tidak pernah bertegur sapa hingga lulus dan berpisah tanpa kata perpisahan. Mata mereka masih saling menatap sedangkan guru sudah masuk ruang kelas dan meminta para murid untuk duduk di tempatnya masing-masing. Karena tidak ada lagi tempat duduk, Danang tanpa kata mengambil bangku dan meja dari gudang.

Meski terkesan sedikit nakal, tetapi Danang juga merupakan murid yang rajin. Tidak pernah tidak hadir kelas tanpa keterangan, mengumpulkan tugas tepat waktu, dan selalu masuk peringkat lima besar di kelas. Selama pelajaran, Danang dan Shinta masih tetap tidak saling bicara, seperti orang asing, setidaknya bukan makhluk asing. Mata Shinta yang fokus melihat ke depan papan tulis dan penjelasan guru, sedangkan mata Danang menatap harapan untuk masa depannya yang maju ke depan kelas untuk memperkenalkan diri sebagai murid pindahan baru.

Shinta tidak banyak berubah, masih tetap menawan dengan rambut lurus hitam terurai panjang ke bawah seperti air terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu. Mata bulatnya dengan alis tebal lebih teduh dari payung, dan hidungnya yang ragu-ragu ingin pesek atau mancung. Bibir atasnya sedikit lebih tipis dari bibir bawah, tetap nampak mempesona meski tanpa perona. Jika dalam Mahabhrata, Danang menjadi Rahwana yang menginginkan Shinta lebih dari Rama namun tetap tidak bisa memilikinya. Dan hanya bisa menatapnya jauh dari Alengka agar tidak mengganggunya.

Tiupan terompet sangkakala dari petugas TU sebagai tanda istirahat kedua mengakhiri pameran karya seni terindah milik Tuhan. Berharap tetap bisa menikmati karya seni itu di kantin sekolah, namun pupus karena Shinta membawa bekal makan siang dan menikmatinya di dalam kelas. Melihat Shinta berbagi bekal dengan beberapa murid perempuan dan Bimo, ketua kelas cupu tetapi selalu peringkat satu di sekolah membuat Danang sedikit terganggu.

Bagi kebanyakan murid laki-laki di masa menjadi kelinci percobaan kurikulum baru yang menjadikan peserta didik pulang ke rumah hanya untuk tidur lebih awal, membawa bekal makan siang lebih memalukan daripada dihukum karena tidak membawa buku pelajaran. Padahal, setiap sebelum berangkat sekolah, ibu Danang selalu menawarkan bekal untuk dibawanya. Namun, baginya lebih baik kelaparan daripada membawa bekal makan siang meskipun pulang petang. Hingga keesokan paginya,

"Ibu, hari ini semua murid diminta bawa bekal makan siang."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun