Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Terong Om Bob Sadino Disukai Jepang

25 September 2011   01:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:39 3259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_137201" align="aligncenter" width="640" caption="Makan Terong Bersama Om Bob Sadino "][/caption] Orang Jepang tidak bisa hidup tanpa terong. Cobalah tengok di setiap kulkas mereka. Selalu ada terong (nasu) atau lobak (daikon), demikian dikatakan Bob Sadino, ikon entrepreneur Indonesia, di Tokyo, kemarin (24/9).

Saya beruntung mendapat kesempatan diajak makan siang oleh Om Bob Sadino, yang kebetulan sedang berada di Tokyo. Kami makan di warung Indonesia dan mencicipi “tumis terong” serta “terong dabu-dabu”. Di warung itu, Om Bob banyak bercerita dan membagi ilmunya, tentang terong, wirausaha, dan bagaimana melihat peluang pasar.

Benar sekali apa yang dikatakan oleh Om Bob. Konsumsi terong di Jepang dalam satu tahun bisa mencapai lebih dari 10 juta kilogram. Orang Jepang mengolah terong menjadi berbagai macam olahan, mulai dari tempura hingga terong panggang dengan olesan miso (nasu no shigiyaki).

Dari sekian banyak konsumsi terong di Jepang, sekitar 1 juta kilogramnya dipasok oleh Om Bob dari Indonesia.Hal itu sudah dilakukan selama 20 tahun. Dan menurut Iyo-san, importir terong dan sayur-sayuran di Jepang, masyarakat Jepang sangat menyukai terong dari Om Bob. Konsumsi sayur-sayuran di Jepang terus meningkat seiring dengan tingginya kesadaran akan kesehatan. Terong, selain bagus untuk tubuh, juga dipercaya bisa menangkal kanker.

[caption id="attachment_133082" align="alignleft" width="311" caption="Om Bob sedang berbagi ilmu dgn gayanya yang khas / photo Junanto"][/caption] Kedatangan Om Bob Sadino ke Jepang memang bukan hanya soal terong. Ia diundang khusus oleh Dompet Dhuafa Jepang untuk membagi ilmunya pada masyarakat Indonesia di Tokyo dalam Training Kewirausahaan bertema “Sukses di Rantau”. Training diadakan di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT), Tokyo serta di Okayama, pada tanggal 24 dan 25 September 2011. Training tersebut dipandu oleh rekan Kompasianer Rane Hafied, yang bekerja di NHK Jepang, dan dihadiri oleh lebih 100 orang mahasiswa dan pekerja Indonesia di Jepang.

Menurut Om Bob, kunci sukses adalah tidak mudah menyerah dan jangan takut untuk gagal. "Dengan kegagalan, kita bisa belajar bagaimana ke depan lebih baik lagi. Jadi, jangan pernah takut untuk gagal" kata Om Bob.

Di hadapan masyarakat Indonesia di Jepang, Om Bob yang tampil dengan gaya khas baju kemeja putih kotak-kotak dipadu celana jins pendek menyampaikan pengalaman hidupnya tentang memulai sebuah usaha tanpa harus menggunakan modal besar. “Pikiran bahwa memulai usaha harus mendapat kredit dari bank itu pikiran yang goblok, bank juga merusak paradigma dengan segala macam proposal kredit”, demikian Om Bob dengan gaya bicaranya yang ceplas-ceplos.

"Yang penting dalam usaha adalah kemauan dan berani menerima kegagalan. Semua usaha jenis apa pun akan tetap jalan. Dan usaha yang paling bertahan lama serta cocok di negara kita adalah agropreneur," kata Om Bob yang juga menyebut dirinya sebagai seorang petani.

"Negara kita ini adalah negara pertanian yang kaya. Jangan pernah melupakan hal itu", sambung Om Bob. Kisah ekspor terong ke Jepang adalah salah satu contoh yang ia bagi pada para peserta. Masih banyak lagi peluang untuk ekspor ke Jepang, karena besarnya konsumsi terong dan sayuran di Jepang.

Om Bob bercerita bahwa kreatifitas dan inovasi sangat diperlukan di bidang agrobisnis. Ia yang pertama memperkenalkan telor ayam negeri, ayam broiler, kacang edamame, jagung manis, dan tanaman hidroponik di Indonesia. Awalnya tidak ada pasarnya, tapi ia menciptakan pasar. Dan begitulah cara berpikir wirausaha sebenarnya.

"Sumber daya alam terbentang luas. kita bersyukur Indonesia alamnya subur dan kaya, tapi SDM Indonesia yang kurang mampu memanfaatkannya. Jarang sekali orang Indonesia yang mau menjadi petani", sambung Om Bob lagi.

Om Bob mengatakan, peluang bisnis pertanian cukup besar, tidak hanya pasar internasional saja, tetapi pasar dalam negeri Indonesia juga sangat menjanjikan untuk perkembangan bisnis pertanian tersebut.

Bersama Om Bob Sadino, tampil pula pengusaha sukses Indonesia, Zainal Abidin yang juga dikenal dengan julukan Jay Teroris. Dalam pemaparannya, Jay membangkitkan semangat masyarakat Indonesia melalui bukunya “Monyet Aja Bisa Cari Duit”. Ini adalah buku tentang pengalaman Jay dalam memulai berbagai usahanya, dari bawah hingga sukses seperti saat ini.

Duet Om Bob Sadino dan Jay Teroris mampu membangkitkan semangat masyarakat Indonesia di Tokyo. Om Bob Sadino terkenal dengan gaya bicaranya yang unik, nyeleneh, jungkir balik, dan tidak bisa ditebak. Ia mencoba menggedor dan meruntuhkan pemikiran kita yang selama ini nyaman dan terperangkap dalam teori-teori sekolahan. Om Bob mengingatkan bahwa hidup ini tidak linear melainkan lateral. Kita juga kerap terbelenggu oleh pikiran-pikiran kita sendiri sehingga takut untuk memulai sesuatu.

Kembali ke soal pertanian, Om Bob berulangkali mengingatkan bahwa kekuatan bangsa ini adalah di pertanian. Tapi, mengapa orang Indonesia, terutama orang pintarnya, enggan menjadi petani?

Ia-pun mengajukan satu pertanyaan menggugah, “Mengapa kalau kita sekolah kedokteran, lulus menjadi dokter. Kalau sekolah militer, lulus jadi militer. Tapi mengapa kalau sekolah pertanian, lulusnya tidak jadi petani?”

Pertanyaan Om Bob itu mengajak kita merenung, adakah yang salah dengan konsep pembangunan dan pendidikan pertanian kita. Mengapa tidak banyak anak muda yang punya cita-cita ingin menjadi petani. Pertanyaan itu juga mungkin bisa menjelaskan, mengapa pertanian di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara lain, seperti Jepang dan Thailand.

Siang itu, sayapun teringat dengan kawan-kawan Kompasianer yang peduli pertanian. Ada pak Syamsul Asinar, petani Cijapun, yang sedang belajar bertani di Jepang. Ada mas Imansyah Rukka, yang peduli pada pertanian di negeri ini. Dan masih banyak lagi lainnya. Mereka tidak hanya bicara soal pertanian, tapi juga memilih menjadi petani.

Salam dari Tokyo.

[caption id="attachment_133083" align="aligncenter" width="538" caption="Tumis Terong di Jepang / photo Junanto"][/caption] [caption id="attachment_133084" align="aligncenter" width="538" caption="Dialog dipandu oleh Kompasianer Rane Hafied / photo Junanto"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun