Kita tentu perlu mengapresiasi langkah pemerintah untuk menyelamatkan kelompok masyarakat miskin yang terdampak pandemi melalui program pemulihan ekonomi nasional.Â
Di tahun 2021 ini, pemerintah menganggarkan biaya untuk pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 627,9 Triliun yang digunakan untuk memberikan perlindungan sosial, kesehatan, dukungan pada UMKM dan Koperasi, Insentif Usaha dan Pajak, serta beberapa program prioritas.
Peran pemerintah dengan daya regulasinya adalah pilihan etis yang dibutuhkan di masa pandemi ini untuk melindungi masyarakat yang tidak beruntung. Dalam kondisi seperti ini kita tidak bisa menyerahkan nasib pada kekuatan pasar semata.Â
Sepanjang sejarah ekonomi, sistem perekonomian selalu berayun di antara kebebasan berusaha dan daya regulasi. Ketika ekonomi didominasi oleh kebebasan berusaha yang berlebihan atau bahkan sebaliknya, didominasi oleh daya regulasi yang mencengkeram, maka tatanan masyarakat akan diwarnai oleh dehumanisasi.Â
Paham neoliberalisme yang memberikan ruang kebebasan berusaha berlebihan, sama berbahayanya dengan paham otoritarianisme, fasisme, komunisme, dan ultra kanan yang memberikan ruang cengkeraman regulasi berlebihan.
Jadi kita harus berhati-hati juga apabila ada pihak yang mengecam kapitalisme lalu membawa pada tawaran sistem yang mencengkeram, apapun landasan ideologisnya, karena itu bisa sama berbahayanya.
Jadi, pengambil kebijakan perlu mencari titik optimum untuk menyeimbangkan elemen 'kebebasan berusaha' dan 'daya regulasi'. Langkah pemerintah untuk turun tangan dalam menempuh kebijakan di masa pandemi ini sudah tepat.Â
Namun pemerintah juga jangan sampai terjebak pada dorongan untuk menjadikan daya regulasi semakin mencengkeram, atau mengatur kehidupan secara berlebihan.
Oleh karena itu, regulator juga perlu didukung oleh komunitas, kelompok masyarakat, yang memiliki kepedulian untuk menyeimbangkan berbagai dimensi kehidupan, termasuk menanamkan etika tertanam kembali dalam ekonomi.