Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ziarah Suci Para Penikmat Kopi

15 September 2019   11:53 Diperbarui: 15 September 2019   14:18 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Bu Rahmah dan Pak Syukri Kompasianer di Kebun Kopi Takengon/dokpri

Ibu Rahmah mengekspor 70% kopinya ke AS dan Inggris, sekitar 100 kontainer dia kirim dalam sebulan. Penghasilannya mencapai sekitar Rp 10 miliar dalam sebulan. 

Dari jumlah itu, sebagiannya tentu untuk memperbaiki nasib para petani kopi di Takengon. Bu Rahmah sangat peduli pada nasib kaum perempuan di Takengon. Oleh karenanya ia mendidik kaum perempuan untuk turut mengolah kopi. 

Selain itu, ia juga mengajari perempuan untuk pandai mengelola keuangan. Pesannya selalu bahwa perempuan harus memegang dan mengelola finansial keluarga. Hanya dengan itulah taraf hidup dapat ditingkatkan.

Ibu Rahmah mendirikan Koperasi Ketiara untuk memantapkan usaha kopinya. Anggota Ketiara kini sudah mencapai sekitar 3000 petani. Produk kopinya dapat menembus pasar AS dan Eropa karena memenuhi standar internasional. 

Para pembeli dari luar negeri datang langsung ke Takengon untuk melihat caranya memproses kopi. Petugas inspeksi Food and Drug Association (FDA) dari AS juga ikut mengecek biji kopi di Ketiara. Persyaratan organik 100% memang membutuhkan standar yang tinggi. Dan ibu Rahmah menjamin seluruh biji kopinya organik.

Bagaimana rasanya? Hmmm, secangkir kopi ketiara disajikan langsung, diseduh dan siap saya seruput. Tidak ada lagi rasanya kesulitan dan beban hidup saat menyeruput kopi Gayo di Ketiara. Organik, otentik, dan sungguh bold rasa yang dihasilkan. Sempurna.

Kunjungan selanjutnya adalah ke Oro Coffee Gayo. Ini adalah sebuah tempat pemrosesan, roasting biji kopi. Kalau di Ketiara tidak menjual biji kopi karena ditujukan untuk ekspor, sebaliknya di Oro Kopi Gayo dijual beraneka biji kopi. 

Buat kalian yang ingin membawa oleh-oleh biji kopi, di sini tempatnya. Ada berbagai macam rasa, mulai dari pea berry, wine coffee, honey coffee, hingga kopi luwak. Setelah memilih biji kopi (green bean), mereka akan langsung memanggang (roasting) sesuai dengan selera kita, apakah mau light, mild, atau dark.

Dari Oro Kopi Gayo, kita berjalan naik melewati kelok-kelok pegunungan Takengon dan tiba di Seladang Kafe. Ini kafe yang unik sekali, karena taglinenya adalah "Ngopi di Kebun Kopi". Betul saja, kafe ini terletak di tengah kebun kopi yang terhampar luas. 

Kita dapat duduk di sekitar tanaman kopi sambil menyeruput secangkir kopi. Kita ditemui pemilik kafe, Pak Sadikin yang juga lebih senang dipanggil dengan sebutan Pak Gembel. 

Baginya, kopi itu connecting people. Lewat kopi, persaudaraan dan silaturahmi terbangun dan terjaga. Ia merancang Seladang Kopi untuk tujuan mulia itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun