Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Pesan Tuhan untuk Traveling, Selamat Mudik Kawan

2 Juni 2019   06:39 Diperbarui: 2 Juni 2019   11:57 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjalanan| Foto: Junanto Herdiawan

Al Quran setidaknya menyebutkan 9 ayat yang membahas tentang perjalanan atau traveling. QS Al Mulk 15, QS Muhammad 10, QS Yusuf 109, QS Al Imran 137, QS An Naml 69, QS Luqman 31, QS Ar Rum 42, QS Al An'am 11. Banyaknya ayat traveling disebutkan dalam Al Quran menunjukkan betapa pentingnya manusia melakukan perjalanan.

"Lakukanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu" (QS Ruum 42). Terjemahan tafsir ada yang mengatakan perlunya kita berjalan di berbagai penjuru bumi untuk merenungkan dan mengambil perjalanan dari apa yang terjadi di berbagai tempat tersebut. 

Itulah yang dimaknai dengan perjalanan di muka bumi, ke berbagai tempat, kota, bahkan negara. Kalau tidak melakukan perjalanan, bagaimana kita bisa belajar dan merenungkan secara optimal.

Mengapa jalan-jalan penting? Bagi saya, perjalanan yang saya lakukan ke berbagai tempat memberi tiga pelajaran penting. Pertama, memberi kita pelajaran tentang adanya perbedaan di muka bumi. Bukan hanya berbeda suku, agama, juga bahasa dan budaya. 

Dengan berjalan ke berbagai tempat, kita bertemu beragam orang dengan beragam keyakinan dan budaya. Hal apa yang kita anggap baik di tempat kita, bisa jadi dianggap kurang sopan oleh mereka. Demikian pula sebaliknya. 

Kedua, perjalanan menjauhkan kita dari sifat sombong. Dengan melihat berbagai kebesaran Tuhan, maka kita menyadari betapa kecil dan bodohnya diri kita. 

Ilmu dan pengetahuan bangsa lain, keindahan alam gunung dan lautan, membuat kita tidak bisa sombong karena kita menyadari bahwa yang kita ketahui ini sangat sedikit sekali. Tidak ada alasan menjadi sombong. 

Ketiga, dengan melakukan perjalanan, kita belajar dari umat-umat terdahulu. Kita mampu menarik pelajaran bagaimana umat masa lalu berbuat kesalahan sehingga dapat memperbaiki diri. 

Bagaimana monumen dibangun lalu runtuh, bagaimana kesombongan bisa menjatuhkan kekuasaan, atau bahkan bagaimana kesabaran dan keadilan mampu membawa kesejahteraan. Semua bisa dipelajari dari masa lalu umat-umat terdahulu.

Jalan-jalan juga tidak berarti harus bermewah-mewah atau harus ke luar negeri. Tidak harus naik pesawat, berpose di depan ikon-ikon kekinian. Bukan itu esensi dari perjalanan. 

Tapi perjalanan pulang kampung atau mudik, perjalanan berkunjung ke handai taulan, berjalan ke pinggir kota, melihat gunung, sawah, danau, juga bisa menjadi sarana tadabur yang sangat baik. Selama kita bisa mengambil makna dan menambah keimanan kita, itulah esensi perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun