Mohon tunggu...
junaidi
junaidi Mohon Tunggu... Lainnya - milik semua orang yang melihat dan membaca

Aktif Kembali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gapailah walau Harus Terbakar

30 April 2021   12:42 Diperbarui: 30 April 2021   12:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinar matahari yang begitu lembut dan merayap masuk ke ruangan tak berfuniture dengan warna tembok yang kusam penuh dengan coretan-coretan puisi yang kutulis setiap aku mendapatkan kesan menyakitkan atau bahkan menyenangkan walaupun aku menyadari bahwa puisi-puisi ini mungkin hanya sampah untuk orang-orang, tapi apalagi yang bisa kuperbuat selain menulis di tembok kusam ini.

Jendela tua dengan tangkainya sudah terkikis oleh rakusnya rayap sedikit susah namun aku berusaha membukanya sembari melantukan pengharapan tentang hari ini, ku keluarkan sedikit bagian dari tubuhku dari jendela tua itu untuk merasakan sedikit kehangatan di pagi ini agar tubuhku yang semalam mengigil kedinginan terasa hangat.

Aku tak mengerti menerjemahkan kedinginan tubuhku semalam karena begitu terasa banyak tercampur dengan berbagai rasa begitu menakutkan untuku. Aku merasa seperti mendekati satu sosok dengan perawakan yang mengerikan  dan erangan yang begitu menyayat hati orang mendengarnya dan begitu  setiap detiknya di dalam kedinginan semalam. Bahkan aku tak bisa melupakan sosok yang mengerikan tersebut karena suara erangan begitu melekat dalam setiap rongga ingatanku dan terus menyayat hati setiap detiknya.

Hampir satu jam lamanya aku berdiri di depan jendela tua ini dengan sebagian tubuhku yang berada di luar. Namun apakah aku mendapatkan kehangatan yang kuingikan tadi ? jawabannya Tidak. Malah yang kudapati rasa ketakutan yang makin menjadi-jadi. Mataku semakin awas melihat ke seluruh bagian ruangan ini untuk memastikan agar ketika sosok itu muncul dengan erangannya aku langsung berlari menjauh darinya karena aku tak mau mendengar erangannya yang begitu menyedihkan itu.

Terlintas di benakku orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku ketika di dalam kejadian ini karena aku merasa aku sesosok manusia yang tidak pernah di harapkan oleh siapapun dalam kehidupan ini. Aku bisa merasakan setiap kebencian yang mereka ingin sampaika kepadaku sehingga aku harus memilih untuk menghindar dari mereka atau aku harus siap ketika di buang sebagaimana bunga yang sudah layu dan tidak layak lagi untuk di pajang lagi.

Dalam bayang-bayang kebencian yang kurasakan saat ini aku coba mengingat kasih sayang yang pernah mereka berikan terhadapku, tapi apakah itu memberikan penawar untukku ? jawabannya tidak karena pada akhirnya mereka membuangku dan itu hanya membuatku meramu ramuan baru tentang kebencianku yang semakin besar dan rasanya aku ingin memaki mereka semua di tepat di hadapan muka mereka secara frontal dan benar-benar dengan nafsu ingin mematikan perasaan mereka seperti mereka mematikan rasa perasaanku saat ini. Tapi apakah benar jika melakukan itu bukankah jika aku melakukan hal itu apa bedanya aku dengan mereka.

Beberapa saat aku terdiam dengan posisi yang masih sama dengan tatapan kosong kedepan sampai ada anak kecil menegurku, tapi saat anak kecil itu menegurku yang kudengar dan yang kulihat bukalah anak kecil namun erangan sosok yang ku jumpai di malam tadi sehingga aku buru-buru menutup jendela tua tersebut hingga bagian engselnya terlepas. Aku diam disudut dalam ruangan pengap itu sambil bernafas ketakutan di tarik selimut pemberian orangtuaku untuk menutupi wajah serta tubuhku yang mulai menggigil kembali begitu menakutkan rasanya erangannya semakin kencang dan terasa semakin mendekatiku.

Aku dalam keadaan menggigil dan ketakutan kemudian terasa cucuran keringat hadir di tubuhku seperti respon spontan yang diberikannya atas rasa ketakutan ini. Tak ada lantunan pujian untuk tuhan agar aku diselamatkan karena yang kurasakan hanya ada kidung-kidung kematian yan mengaluniku saat ini. Bahkan aku lupa bagaimana caranya minta dengan tuhan dikeadaan seperti ini.

Di saat kejadian ini yang ku harapkan hanya satu biarlah aku yang hancur dan mati dalam keadan ini dan jangan sampai mereka semua merasakan ini karena mereka masih memiliki celah untuk memperbaikinya dan sedang aku sudah tidak dapat lagi celah tersebut dan sudah tersingkirkan di dalam lubang ini.

Dalam keadaan takut gemetaran dan pintaku tersebut pintu ruangan pengapku dibuka oleh sesosok yang tak kenal sama sekali dan ia hanya berteriak dengan kencang "keluarlah dari lubang pengharapan itu karena lubang itu sudah menelan kepercayaanmu terlalu dalam. Angkat semua bahumu dan berhenti mengatakan bahwa kau tak pantas hidup berjalan bersama semua orang yang ada dan ingat tidak ada yang berhak mengahalangi kebahagianmu. Karena bahkan Tuhan tak akan pernah menghalangi kebahagian ciptaa-Nya"

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun