Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah Kaldu Kikil Favorit

8 November 2017   00:05 Diperbarui: 8 November 2017   00:08 2357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari: bp.blogspot.com.

Kaldu salah satu makanan bubur favoritku sejak aku mengenal masakan lezat di berbagai warung makan, Sumenep Madura. Tidak ada selain kaldu kacang hijau di benakku setiap kali mampir di warung makan. Bahkan teman yang kumaini pasti dengan akrab aku bertanya kaldu.

"Ayo, mana kaldunya?" Aku menyapa Pak Rasyidi selaku pangajar materi Sosiologi di kelasku waktu SMA. Itu kutanyakan setiap kali berkunjung ke rumahnya di Batu Dinding, Gapura, Sumenep Madura. Kadang di tengah perjalanan pun aku nanya kaldu.

Alangkah parahnya diriku kecanduan kaldu kikil yang selalu kuidamkan. Biasanya aku makan kaldu kikil hanya pada hari-hari tertentu. Seperti hari raya Idul Fitri. Karena pada hari itu berbagai masakan diolah oleh para tetangga. Jadi mudah untuk makan kaldu kikil gratis. Khususnya pada Hari Raya Ketupat, seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri.

"Ayo Pik main ke rumah ki Marzuki." Aku ajak Taufik Umar sebelum berangkat solat 'Id ke musolla. Dia adalah sepupuku sekaligus teman akrabku di rumah.

"Ayo! Katanya di sana mau bikin kaldu kikil," jawab Upik dengan penuh semangat. Karena dia juga peminat kaldu gratis. Entah dari mana dia tahu kalau di rumah ki Marzuki itu mau bikin kaldu kikil. Jika urusan kaldu kikil gratis dia tidak pernah ketinggalan informasi.

Pada hari raya Idul Fitri itu setelah solat 'Id aku langsung menuju rumah ki Marzuki selaku tokoh masyarakat di kampungku. Eh, ternyata di sana sudah banyak orang yang juga mungkin mengharapkan suguhan kaldu kikil olahan istrinya (sepupuku) dengan gratis. Termasuk di antaranya, ada guruku, Pak Rasyidi, S.Sos.I.

"Ada di sini, Pak?" sapaku pelan karena banyak orang.

"Ya, kamu ke sini mau makan kaldu kikil ya?" jawab Pak Rasyidi sekaligus nanya dan sedikit menggojlok.

"Ya Pak," jawabku tegas dan dibuat-buat agar gak begitu ketara ketahuan kalau memang berniat makan kaldu kikil. Orang-orang di sana pada ketawain aku. Tapi aku gak hiraukan. Aku sok akrab saja. Padahal aku sudah tidak memiliki muka lagi di depan para tamu.

Perbincangan pun ramai di antara para tamu. Kaldu kikil kesukaanku pun dihidangkan. Aromanya menjadi seserambi tamu.

"Jun, kamu besok ikut aku ke kota." Eh, tiba-tiba Pak Rasyidi ngajak aku. Sambil ngunyah daging kikil kaldu, aku hanya melongok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun