Bahas musik, musik itu bagian dari seni. sebagai seni musik 'dikonsumsi' melalui pengalaman indera pendengaran, musik 'diproduksi' melalui pengalaman estetik, musik 'didistribusi' untuk kenikmatan rohani pemusik atau penikmat musik.
Lagu dan musik adalah kolaborasi yang menimbulkan keindahan.
Selera orang terhadap musik berbeda-beda. ada yang seleranya musik jazz, musik reggea, musik dangdut, musik tradisional, musik pop, musik indi, musik indian, musik kulintang, musik bambu, musik tagonggong, dan lain sebagainya.
Pengalaman tampaknya yang  akan memberi kesan ke setiap 'subjek' tentang musik yang indah, apa bagaimana mengapa 'musik itu indah'. Kenapa selera subjek-subjek terhadap musik berbeda-beda? Apa manfaat musik bagi penikmat musik 'musik tertentu'?Â
Jawabannya, mungkin ada pada masing-masing pemusik atau penikmat musik. Dengan demikian, pengalaman bermusik merupakan pengalaman subjektif-estetis.
Musik dan hidup. Adakah orang bisa hidup tanpa musik? Bisa. Karena musik bukanlah syarat untuk hidup atau survive. faktanya musik itu sekunder terhadap makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, peralatan 'produksi' musik.
'Subjek' musik dapat bermain, menikmati, 'memproduksi' musik jika syarat untuk hidup (survive) itu sudah tercukupi.Â
Bermusik itu mensyaratkan sesuatu, sesuatu itu dapat dikatakan 'perlatan produksi' musik yang memadai 'pemusik profesional' sedangkan untuk 'pemusik amatir' juga demikian dengan peralatan musik yang sederhana.Â
Disitu, musik adalah ekspresi. Tapi mungkin ekspresi itu bukanlah musik. Musik salahsatu bagian dari ekspresi. Ekspresi lebih luas dari musik.Â
Aristoteles mengkategorikan ekspresi termasuk ekpresi musik sebagai kebebasan eksistensial manusia berhadapan dengan dunia pada level kedua. Pada level pertama manusia memenuhi kebutuhan survive.Â
Dengan demikian musik bukanlah hidup. Orang bisa hidup dengan musik. Mencari penghidupan dengan menjual ekspresi seni musik tapi tanpa musik bukan berarti eksistensi subjek berhenti.Â