Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Santunan kepada Anak Yatim Piatu

18 Agustus 2021   10:30 Diperbarui: 18 Agustus 2021   10:35 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bulan Muharram, adalah bulan pertama dari kalender (penanggalan) tahun Hijriyah. Setiap tanggal 9 (tasu'a) dan 10 ( Asyura) setiap muslim/muslimah disunnahkan berpuasa. Sebagaimana bunyi sebuah  hadits : "barang siapa yang mengerjakan puasa asyura maka akan diampuni dosanya selama setahun lalu (HR Mutafaqun Alaih ).

Satu lagi amal baik yang sering dipraktikkan oleh setiap muslim/muslimah pada hari asyura  yaitu menyantuni anak yatim, sesuai dengan HR Abullaits bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menyantuni anak yatim. 

Cuma yang masih sedikit mengganjal di alam pemikiran saya yaitu ketika saya dimintai tolong seorang teman dari organisasi sosial keagaamaan tertentu untuk memberikan santunan kepada anak yatim piatu yang masih sekolah maksimal kelas 7 SMP.  Ketika saya koordinasi dengan Pak Dukuh sebagai pemegang kewilayahan di Padukuhan kami, saya dengan Pak Dukuh mencoba bernegoisasi terkait calon penerima  santunan. Karena di wilayah kami masih ada anak yang statusnya bukan anak yatim piatu tapi realita mirip dengan yatim piatu.

Pertama, anak yang sejak lahir ditinggalkan oleh bapaknya karena bapaknya ternyata sudah punya istri ketika waktu itu ibunya hanya dinikahi secara siri oleh bapaknya. Dan sejak dilahirkan sampai sekarang tidak pernah dinafkahi oleh bapaknya.

Kedua, anak yang ditinggal pergi oleh ibunya, ketika ibunya menikah lagi dengan pria idaman lain. Sementara anak ikut dengan bapaknya yang sampai saat ini masih setia menduda.

Dua hal tersebut yang saya negosiasikan dengan pengurus organisasi sosial keagaamaan tersebut, tetapi karena alasan klasik yaitu hanya menyampaikan amanat dari pemberi santunan, dan juga karena alasan terkait pertanggung jawabannya jika status anak yang saya negosiasikan itu, diberi santunan.

Padahal saya sudah memberikan argumentasi karena alasan kemanusiaan.

Dengan terpaksa apa yang saya dan Pak Dukuh usahakan tidak membuahkan hasil.  Saya hanya tak habis pikir apakah  ajaran Islam sesaklek itu dalam memaknai santunan kepada anak yatim piatu, apakah tidak ada kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 

Semoga setelah adanya kejadian yang saya alami ini, memberikan pengetahuan yang lebih luas lagi dalam memaknai santunan kepada anak yatim piatu. Saya kira para donatur atau para aghniya sudah percaya seratus kepada organisasi sosial keagaamaan tersebut nyatanya sudah bertahun- tahun program santunan kepada anak yatim piatu ini sudah berjalan bertahun-tahun.

Hanya diperlukan kearifan lokal (kebijaksanaan kemanusiaan) dalam memandang ilat hukum.

Bukan bermaksud untuk menilai organisasi sosial keagaamaan tertentu, hanya memberikan pandangan yang berbeda untuk kasuistik yang hampir sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun