Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Power Full Sebuah Keluarga di Era Pandemi Covid-19

28 Juli 2021   08:17 Diperbarui: 28 Juli 2021   08:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Coronavirus Disease -- 19 meluluhlantahkan semua lini kehidupan manusia. Masjid, Gereja, Vihara, Pura, Klenteng tidak ada fungsinya sama sekali  ketika ibadah di sarankan dari rumah. Sekolah, madrasah, pondok pesantren tidak ada fungsinya juga ketika pembelajaran diharuskan dilakukan secara daring, dan tidak diperbolehkan tatap muka.

Hubungan kedekatan antara guru dan siswa, santri dan kyai, tidak ada takdimnya sama sekali ketika jabat tangan atau mencium tangan tidak perbolehkan. Hubungan antara tetangga, saudara, sahabat dan teman menjadi semakin jauh ketika ada aturan menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas semakin ditegakkan sesuai dengan protokol kesehatan .

Akhirnya, ibadah, sekolah, bermain, bersilahturahmi  semuanya diserahkan kepada keluarga. Keluarga menjadi super power dengan spirit kekeluargaannya, menjadi tumpuan semua orang. Bagaimana ketika dalam bangunan suatu keluarga itu, tanpa adanya pondasi yang kuat akan ilmu agama, minim ilmu pengetahuan umum dan minim ilmu sosial kemasyarakatan, pastinya akan  berdampak munculnya masalah baru dalam keluarga tersebut.

Ketika mereka berkumpul di dalam satu rumah, tidak ada peningkatan wawasan keagamaan, tidak ada peningkatan ilmu pengetahuan umum, dan tidak peningkatan ilmu sosial kemasyarakatan. Bisa dibayangkan, bagaimana ketika seorang anak sangat tergantung dari kedua orang tuanya, akan tetapi  kedua orang tuanya juga disibukkan urusan pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah,  setelah adanya aturan kerja work from home (WFH).

Pasti semua penghuni rumah akan mengalami tingkat kesetresan yang sangat tinggi.  Ketika suatu keluarga berada dalam kondisi stresing yang sangat tinggi, maka hal ini sangat berbahaya bagi daya tahan tubuh (imunitas) keluarga tersebut, yang  disebabkan adanya stresing tinggi yang terus menerus dan berkepanjangan.

Jujur saya pernah mengalami hal ini, ketika anak saya dalam dua semester selama duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, 95 % menjalani pembelajaran secara daring  dan sisanya 5 % menjalani pembelajaran tatap muka. Itu pun di saat -- saat injury time saat akan menjalani Asesmen Standar Pemerintah Daerah (ASPD).

Saya merasakan stres luar biasa karena ketika ditanya anak saya, saya tidak bisa menjawab soal -- soal latihan ujian yang diberikan oleh guru kelas 6. Belum lagi tugas -- tugas harian yang diberondong terus menerus diberikan oleh guru kelas 6, seakan -- akan siswa belajar tanpa hentinya walaupun via google classroom.

Siswa hanya dicekoki latihan soal, tanpa diajari cara penyelesaian atau diberi rumus praktis khusus untuk mata ajar matematika. Guru kelas 6, tidak mereview sama sekali bahan ajar yang di ujikan dalam ASPD. Ketika siswa ada problem  terkait latihan soal yang ditugaskan dan dilatihkan, tidak ada kesempatan untuk bertanya kepada guru. Pokoknya adanya siswa hanya patuh dan pasrah saja.  

Beruntung, ada pembelajaran tatap muka walau diadakan di injury time beberapa  hari menjelang ASPD. Sehingga, siswa paling tidak dapat mereview soal -- soal dari tiga mata pelajaran yang diujikan pada ASPD yaitu Bahasa Indoensia, Matematika dan IPA, sebagai  bekal perang menghadapi soal -- soal  try out yang sudah dijadwalkan pihak sekolah. Setelah ujian ASPD dilaksanakan, yang dilakukan secara off line, ada lagi permasalahan baru .

Munculnya  masalah baru lagi , yaitu ketika ASPD ini dijadikan dasar untuk menentukan bisa masuk atau tidaknya siswa dalam PPDB SMP on line se- Kabupaten. Bagi siswa yang nilai ASPDnya tinggi, no problem. Tetapi bagi siswa yang nilainya sedang --sedang saja atau yang cenderung rendah, sebagai orang tua ikut mengalami senam jantung harus pantengin terus pergerakan PPDB on line di sekolah pilihan masing -- masing anaknya, jangan sampai siswa terlempar di hari terakhir pelaksanaan PPDB .

Beruntung anak perempuan saya, pada waktu injury time penutupan PPDB masih berada di urutan 68 dari 110 kuota siswa yang diterima. Dari review pembelajaran jarak jauh (on line) diatas, dapat diambil hikmahnya. Pertama, rasa syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, anak perempuan masih bisa diberi kesempatan belajar walaupun secara daring (on line).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun