Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dia Ibumu, Bukan Babumu

22 Desember 2016   09:47 Diperbarui: 22 Desember 2016   10:00 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Kasih sayang seorang ibu (sumber: http://a.dilcdn.com)

Setiap tanggal 22 Desember selalu dikenang sebagai Hari Ibu. Kita semua tahu hal itu dan sering mengucapkan "Selamat Hari Ibu" kepada ibu kita masing-masing (tentunya kalau beliau masih hidup). Namun benarkah kita sudah menempatkan ibu kita pada posisi yang paling terhormat? Apakah kita benar-benar sudah menyayanginya? Ataukah selama ini masih berupa jargon atau slogan semata?

Saya perhatikan saat ini banyak sekali anak muda yang sukses dalam hidupnya (baru dilihat dari kacamata materi). Usia relatif muda, tetapi sudah mempunyai penghasilan yang cukup. Dalam usia 30-an sudah memiliki rumah dan kendaraan roda empat sendiri (meskipun masih mencicil). Biasanya keduanya (suami-istri) sama-sama bekerja dan memiliki kesibukan luar biasa.

Saat anak muda tadi memiliki anak, timbul masalah baru. Siapa uang akan mengurus anaknya? Mula-mula mereka mencari pembantu atau babby sitter. Namun hal itu tidak bertahan lama, karena biasanya ada saja hal yang membuat hubungan bekerja majikan-pembantu tidak berjalan mulus. Akhirnya babby sitter pun di PHK dan kembali pengurusan anak menjadi problema.

Sebagian anak muda yang tinggal di kompleks pemukiman, biasanya ada yang menitipkan ke tetangganya. Saat istirahat kerja, sang ibu biasanya akan pulang sebentar untuk menjenguknya (ini berlaku kalau jarak kantor dan rumahnya dekat). Namun kalau jaraknya jauh, tentu saja sang ibu pulangnya sore hari.

Tentu tidak selamanya anak balita bisa selamanya dititipkan ke tetangga, karena mereka juga punya kesibukan yang lain. Hingga akhirnya anak muda tersebut bingung dan memutuskan mengajak ibu kandungnya untuk membantu menjaga anak mereka.

Sebagai ibu kandung, tentu tidak tega ketika diminta anaknya untuk membantu mengurus cucunya sendiri. Dengan perasaan tulus ibu kandung datang dari luar kota demi membantu anaknya untuk mengurus cucunya. Semula semuanya berjalan dengan lancar, sampai masalah demi masalah pun datang.

Cara berpikir anak muda sekarang yang serba instan dan cepat, telah membuat perilaku mereka juga ikut berubah. Dunia internet yang menyajikan berbagai informasi tentang berbagai hal, termasuk cara mendidik anak yang baik, dilahap tuntas. Bahkan, semua itu dijadikan rujukan utama. Nasihat orangtua tidak akan digubrisnya karena dianggap kuno alias ketinggalan zaman.

Timbulah berbagai aturan yang diminta sang anak muda kepada ibu kandungnya agar mengurus anaknya sesuai keinginannya. Tentu saja semula ibu kandung keberatan. Namun karena rasa sayangnya, beliau mengalah saja dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

Suatu ketika karena perubahan cuaca atau hal lainnya, anak yang diasuh ibu kandungnya tersebut sakit. Sang anak muda dengan enaknya menyalahkan ibu kandungnya karena dianggap tidak bisa menjaganya dengan baik. Padahal belum tentu sakit anaknya disebabkan keteledoran ibunya. Dia hanya merasa pantas memarahi ibu kandungnya karena setiap bulan selalu memberinya uang sebagai upah mengurus anaknya.

Sang ibu kandung hanya bisa menangis. Dia tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu. Namun lagi-lagi rasa sayangnya terhadap anak dan cucunya, mengalahkan penderitaannya. Dia hanya bersabar dan berharap anaknya juga memperlakukannya dengan baik, sebagaimana dia dulu mengasuh dan membesarkannya, sehingga menjadi orang sukes seperti sekarang.

Semoga kita tidak termasuk seperti contoh kisah kecil di atas. Semoga kita sudah memperlakukan ibu kandung kita dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun