Damri, Kakek Alif menceritakan, awalnya orangtua Alif membeli obat herbal dari pedagang keliling seharga Rp 1,2 juta. Saat itu, orangtua Alif tidak memahami apa obat tersebut. Namun, kondisi Alif malah memburuk setelah rutin mengonsumsi obat tersebut.
Kapala BPOM, Mamuju Neti Nurmuliati, sempat memeriksa langsung botol obat yang telah dikonsumsi Alif. Nurmiati menjelaskan, obat yang diberikan kepada Alif memang palsu karena tidak memiliki nama. Obat tersebut memang mencantumkan nomor registrasi BPOM, tetapi nomor itu hasil menjiplak dari nomor pendaftaran obat herbal lain yang sudah resmi.
"Sejak mengkonsumsi obat herbal palsu, kondisnya tak pernah pulih lagi hingga meninggal dunia," kata Damri.Â
Berkaitan dengan hal tersebut maka sangat penting bagi kita untuk mengetahui cara mendeteksi apakah obat herbal tersebut palsu atau asli. Cara mendeteksinya sebagai berikut.
Pertama, kita wajib memeriksa kemasannya. Pastikan kemasan tidak robek, gompal, penyok, berlubang, berkarat, atau bocor. Lalu periksa juga kapan produk tersebut dibuat dan kapan tanggal kedaluwarsanya. Pastikan juga ada informasi lain yang terpasang pada label obat herbal, seperti nama obat, nama dan alamat pabrik atau distributor, daftar bahan komposisi obat secara lengkap, saran penyajian, dosis, dan jumlah bahan aktif, serta nomor izin edar dari BPOM.
Kedua, baca dan teliti label kemasannya. Apakah ada kontraindikasi dan larangan? Bagaimana cara pakainya yang benar? Apakah ada batasan dosis per harinya? Apa saja bahan aktif yang mungkin terkandung di dalamnya? Â Produsen obat herbal bertanggung jawab terhadap semua informasi yang dipublikasikan sehingga tidak menyesatkan konsumen.
Ketiga, pastikan produk herbal yang ingin dibeli memiliki izin edar dari BPOM. Untuk memastikan keasliannya, kita bisa mengecek kebenaran nomor edar yang tercantum di laman  http://cekbpom.pom.go.id. Jika menggunakan racikan dari herbalis, pastikan bahwa herbalis tersebut memiliki izin praktik dan terdaftar resmi di Dinas Kesehatan.
Keempat, perhatikan logo golongan obatnya. Berdasarkan ketentuan BPOM, obat tradisional dibagi menjadi 3 kategori, yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka.
Terakhir, perlu diingat penggunaan produk herbal sebaiknya dikonsultasikan dulu dengan dokter. Keputusan untuk memilih produk herbal perlu disesuaikan dengan beberapa faktor seperti: efek klinis yang terbukti berkhasiat dan didukung oleh bukti dari penelitian yang sesuai standar, efek samping serta risiko penggunaan produk herbal, dan kesesuaian harga.
***