Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Gara-gara Corona, Harga Ayam Potong Ikut Merana

29 April 2020   22:31 Diperbarui: 30 April 2020   03:59 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber:lembangpedia.com)

Sejak pandemi corona (covid-19) melanda dunia, banyak cerita yang ikut menyertainya. Baik cerita suka maupun cerita duka. Tentu saja cerita duka lebih banyak menghiasi kehidupan ini dibandingkan kisah sukanya. Cerita duka misalnya kisah ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terkurung dalam bangunan di Malaysia karena Lockdown. Akibatnya mereka terancam kelaparan dan terpaksa harus makan rumput untuk bertahan hidup (sumber: liputanbmi.com). Juga kisah banyaknya tenaga medis termasuk para dokter yang meninggal dunia akibat terpapar covid-19.  

Cerita suka misalnya tentang keberhasilan Pemerintah Republik Indonesia berhasil memulangkan 243 warganya dari Wuhan, Tiongkok saat negara tersebut terserang covid-19 dan menerapkan lockdown di sana (sumber: kemlu.go.id). Juga kisah puluhan pasien yang berhasil sembuh dari covid-19, salah satunya adalah walikota Bogor, Bima Arya.   

Kebetulan wabah covid-19 ini masih terus terjadi sampai menjelang Ramadan. Kondisi ini tentu sangat memilukan. Di saat umat muslim sedang membutuhkan uang untuk keperluan persiapan Ramadan dan lebaran, justru kondisi ekonomi sedang terpuruk. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil pemerintah untuk mengatasi penyebaran virus tersebut berdampak negatif secara ekonomi terhadap berbagai sektor. Semua usaha, baik jasa maupun perdagangan  jadi lumpuh dibuatnya.

Kebetulan lokasi rumah saya berada diperbatasan antara Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Walaupun secara administratif saya adalah penduduk Kabupaten Bandung Barat, tetapi aktivitas sehari-hari, termasuk belanja bahan pangan biasanya ke pasar modern atau pun pasar tradisonal yang berada di Kota Bandung atau di Kota Cimahi.   

Biasanya saat menjelang Ramadan semua barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari, utamanya bahan pangan bergerak naik. Namun, kondisi sekarang tidak seperti itu. Ada beberapa jenis barang pangan yang harganya justru anjlok alias jadi merana. Contohnya adalah harga ayam potong atau ayam pedaging. Dalam situasi dan kondisi normal, ayam potong yang dijual di pasar biasanya harganya di atas Rp 30.000 per Kg. Namun, harga tersebut bisa anjlok dan turun drastis menjadi Rp 22.000-23.000 Per Kg. 

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Penyebabnya adalah covid-19. Kebijakan Work From Home (WFH) - bekerja di rumah - dan social distancing atau physical distancing  (jaga jarak) menyebabkan orang jarang belanja ke pasar. Akibatnya pedagang pasar mengurangi jumlah stoknya sehingga order ke peternak ayam pun berkurang. Para peternak yang paling merasakan dampaknya. 

Ayam yang sudah siap panen di tingkat peternak jadi tidak laku dan menumpuk dikandang. Kalau dibiarkan maka biaya pakan juga akan meningkat dan semakin sulit menjualnya. Oleh sebab itu terpaksa para peternak putar otak untuk mengatasinya dan terpaksa menjual langsung ke masyarakat dengan harga yang jauh lebih murah yaitu kisaran Rp 20.000-Rp 22.000 per Kg.

Satu sisi dengan murahnya harga ayam membuat masyarakat diuntungkan. Mereka ramai-ramai memborong ayam, termasuk saya tentunya. Lumayan, mumpung harga lagi murah, lebih baik sekalian beli banyak untuk persediaan. Ayam tersebut bisa tahan lama kalau disimpan dalam freezer.

Sisi lain, para peternak rugi besar. Niat awal mereka ingin meraih untung besar dikala Ramadan, akhirnya justru jadi buntung alias rugi besar. Ya, begitulah kehidupan. Roda terus berputar. Kadang kita ada di atas, tapi kadang juga ada di bawah. Ketika usaha, kadang memperoleh untung, kadang pula rugi. Semua ada risikonya. Namun, apapun yang terjadi kita harus tetap sabar dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita.

Harga sayuran di daerah saya relatif normal dan stabil, sejak sebelum puasa sampai sekarang. Misalnya harga buncis masih dikisaran Rp 10.000 - Rp 11.000 per Kg. Harga tomat kisaran Rp 8.000 - Rp 10.000 per Kg. Harga kentang kisaran Rp 12.000 - Rp 14.000 per Kg. Harga cabe merah kisaran Rp 90.000 - Rp 100.000. Harga Wortel kisaran Rp 10.000 -Rp 11.000. Harga sawi hijau kisaran Rp 8.000 - 9.000 per Kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun