Setiap orang pasti mempunyai hobi. Namun, tidak banyak orang yang bisa menjadikannya sebagai sebuah profesi. Salah satu orang yang berhasil mengubah hobi menjadi profesi adalah Kusdono Rastika. Pria kelahiran Cirebon, 2 Oktober 1981 ini dikenal sukses sebagai seorang pelukis kaca.
Sejak usia 14 tahun (masih duduk di bangku Sekolah Dasar), Kusdono sudah hobi menggambar. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kuat ayahnya yang berprofesi sebagai pelukis kaca ternama.
Saat itu pria lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini belum melukis di atas kaca, melainkan masih belajar melukis di atas kertas seperti kebanyakan anak-anak seusianya.
Terbukti berkat ketekunannya berlatih, akhirnya kemampuan melukis pria yang tinggal di Desa Gegesik Kidul, Cirebon ini semakin hari kian meningkat. Bahkan, kini melukis sudah menjadi profesinya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya.
Sebagian lukisan kaca yang dibuat Kusdono bermotifkan dunia pewayangan dan kaligrafi. Banyak kisah-kisah pewayangan yang menjadi inspirasinya, sehingga tidak heran kalau koleksi lukisannya kebanyakan berupa tokoh pewayangan atau salah satu adegan dalam kisah pewayangan. Hal tersebut juga tidak terlepas dari pekerjaanya yang sempat menjadi nayaga - penabuh gamelan Jawa.
Kusdono mengaku kalau keluarganya sangat mendukung aktivitasnya melukis. Berkat profesi yang ditekuninya, dia mampu menghidupi istri dan anak-anak tercintanya.
Oleh sebab itu, suami dari Nurcahyani ini menganjurkan kepada setiap anak yang memiliki bakat tertentu agar selalu mau mengasahnya, sehingga suatu saat berguna bagi masa depan mereka.
Dalam menekuni dunia melukis, Kusdono sering mengikuti berbagai even pameran lukisan. Beberapa pameran yang pernah diikutinya di antaranya Pameran Lukisan Kaca di Bentara Budaya, Jakarta pada 2004, 2008, 2013, dan 2014 . Kemudian Pameran Lukisan Kaca di ISI Yogyakarta dan Bandung pada 2012.
Juga Pameran Lukisan Kaca di PSLI Surabaya dan Cirebon pada 2016, serta Pameran Lukisan Kaca di Hotel Santika Cirebon pada 2016 dan 2017. Selain itu, ayah dari Salwa Luna Cahya ini juga pernah mendapat penghargaan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada acara Porseni 2016.
Beberapa pelanggannya merupakan kolektor lukisan almarhum ayahnya, Rastika, seperti: Kuntoro, mantan Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia, era Kabinet Reformasi Pembangunan dan Tamto -Owner Studio Mendut, Magelang. Tentu saja ini merupakan anugerh tersendiri yang wajib disyukurinya.
Dia berharap pemerintah menaruh perhatian terhadap kondisi ini. Kalau perlu pemerintah turun tangan langsung mengunjungi para seniman, sehingga tahu keluhan mereka. Begitu juga kalau ingin membeli karya seniman, jangan melalui perantara, sehingga keuntungan bisa langsung dirasakan mereka, bukan calo atau perantaranya.Â
Pria yang sehari-hari mengunakan kursi roda ini tidak mau hidupnya hanya mengemis dan mengandalkan belas kasihan orang lain.
Harga dirinya jauh lebih penting dari segala-galanya. Oleh sebab itulah dirinya selalu gigih berkarya demi menopang kehidupan keluarganya. Kondisi kakinya yang cacat tidak dijadikannya alasan untuk bermalas-malasan.Â
Â