“Harga pembuatan sebuah perahu motor ukuran kecil berkisar antara 7-10 juta rupiah. Biasanya kekuatan perahu hanya bertahan sampai 3 tahun. Maklum bahan bakunya bukan berasal dari kayu kualitas baik.
[caption caption="Perahu motor “Jukung” nelayan Citeureup, Banten (Sumber: J. Haryadi)"]
Bahan baku utama membuat Jukung – sebutan perahu motor nelayan di Citeurup, yang baik adalah kayu bungur, jati, atau kecapi. Namun kalau mau menekan harga, mereka membuatnya dari kayu randu (kapuk). Tentu saja kalau bahan bakunya jelek, perahu akan mudah lapuk dan rusak. Kalau sudah rusak, terpaksa harus membuat perahu yang baru
“Di sini banyak perahu rusak yang dibiarkan begitu saja, karena kerusakannya cukup parah dan tidak bisa diperbaiki lagi,” ujar Eko, sambil menunjuk ke arah setumpukan perahu bekas yang sudah menjadi bangkai.
Ketika saya singgung apakah pernah ada bantuan dari pemerintah untuk nelayan? Salah seorang nelayan menjawab bahwa dulu memang pernah ada bantuan perahu untuk nelayan dari pemerintah, tetapi cuma satu. Itu pun diperuntukkan bagi sekelompok nelayan, bukan perorangan. Jadi mereka harus pintar-pintar berusaha sendiri mencari uang untuk membeli perahu baru. Biasanya mereka berhutang dan membayarnya secara mencicil daari hasil tangkapan mereka sehari-hari.
Semilir angin kian berhembus dan sinar mentari semakin tinggi. Para nelayan masih asik dengan pekerjaan rutinnya memisahkan ikan hasil tangkapannya dan membersihkan jaringnya. Mereka masih terjebak dengan rutinitasnya, ingin mengubah nasib yang ternyata belum berpihak padanya. Sementara kita cuma cukup menukar selembar uang kertas untuk bisa menikmati ikan hasil tangkapan mereka yang di dapat dengan keringat dan air mata.
***
Oleh: J. Haryadi