Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengintip Kerasnya Kehidupan Nelayan Banten

22 Desember 2015   17:19 Diperbarui: 23 Desember 2015   00:08 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Harga pembuatan sebuah perahu motor ukuran kecil berkisar antara 7-10 juta rupiah. Biasanya kekuatan perahu hanya bertahan sampai 3 tahun. Maklum bahan bakunya bukan berasal dari kayu kualitas baik.

[caption caption="Perahu motor “Jukung” nelayan Citeureup, Banten (Sumber: J. Haryadi)"]

[/caption]

 

Bahan baku utama membuat Jukung – sebutan perahu motor nelayan di Citeurup, yang baik adalah kayu bungur, jati, atau kecapi. Namun kalau mau menekan harga, mereka membuatnya dari kayu randu (kapuk). Tentu saja kalau bahan bakunya jelek, perahu akan mudah lapuk dan rusak. Kalau sudah rusak, terpaksa harus membuat perahu yang baru

“Di sini banyak perahu rusak yang dibiarkan begitu saja, karena kerusakannya cukup parah dan tidak bisa diperbaiki lagi,” ujar Eko, sambil menunjuk ke arah setumpukan perahu bekas yang sudah menjadi bangkai.

Ketika saya singgung apakah pernah ada bantuan dari pemerintah untuk nelayan? Salah seorang nelayan menjawab bahwa dulu memang pernah ada bantuan perahu untuk nelayan dari pemerintah, tetapi cuma satu. Itu pun diperuntukkan bagi sekelompok nelayan, bukan perorangan. Jadi mereka harus pintar-pintar berusaha sendiri mencari uang untuk membeli perahu baru. Biasanya mereka berhutang dan membayarnya secara mencicil daari hasil tangkapan mereka sehari-hari.

Semilir angin kian berhembus dan sinar mentari semakin tinggi. Para nelayan masih asik dengan pekerjaan rutinnya memisahkan ikan hasil tangkapannya dan membersihkan jaringnya. Mereka masih terjebak dengan rutinitasnya, ingin mengubah nasib yang ternyata belum berpihak padanya. Sementara kita cuma cukup menukar selembar uang kertas untuk bisa menikmati ikan hasil tangkapan mereka yang di dapat dengan keringat dan air mata.

*** 

Oleh: J. Haryadi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun