Mohon tunggu...
Julius Valenza
Julius Valenza Mohon Tunggu... -

Hanya pembaca, belum terlatih menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Rekayasa Sosial" ala Jokowi-Ahok (Ilmu Yin-Yang)

13 Agustus 2013   00:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:23 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir2 ini saya jadi tertarik membahas "rekayasa sosial" ala Jokowi dan Ahok. Gaya mereka ekstrim memang, berbahaya dari sisi politik, tapi dari ilmu psikologi justru luar biasa menarik.

Apa persamaan pembenahan PKL di Tanah Abang, Revitalisasi Waduk Pluit, dan Normalisasi Sungai di Jakarta?

Ketiganya memiliki satu sifat yang sama, mengubah total tatanan kota dan pola pikir masyarakat akan kebiasaan yang selama ini terjadi sehari-hari di lingkungannya. Intinya mendobrak status quo, mengoyahkan stabilitas yg sudah terbentuk di masyarakat.

PKL di Tanah Abang sudah terlalu "biasa" berjualan di jalan raya, yang anak SD pun sebenarnya tahu bahwa itu salah (meskipun belum tentu mereka taw kalau ada PERDA-nya). Warga di bantaran Waduk Pluit pun sudah "terbiasa" tinggal di atas rumah tanpa ijin bangunan yg jelas. Hal yang sama berlaku pada warga di bantaran sungai, mereka juga "terbiasa" tinggal di rumah tanpa ijin bangunan yang jelas.

Ketiga peristiwa tersebut bisa dibilang harus diubah demi Jakarta Baru yang lebih baik, tetapi rakyat Jabodetabek tidak sabaran, mereka tidak sanggup menunggu bahkan 5 tahun untuk melihat hasil dari pemerintahan Jokowi-Ahok. Rekayasa sosial menjadi sulit dilakukan karena terbatasnya waktu, lalu apa yang Jokowi-Ahok harus lakukan?

Nah, di sinilah keluar ilmu "rekayasa sosial" ala Jokowi-Ahok yang saya sebut sebagai "Ilmu Yin-Yang". "Rekayasa sosial" yang sangat jitu untuk keadaan Jakarta saat ini dan hanya bisa dilakukan oleh 2 orang dengan karakter kepemimpinan yang berlawanan.

Pertama Ahok masuk sebagai penggoyah status quo. Dia masuk dengan keras menghardik kestabilan yang sudah kuat tertanam di dalam sistem. Dengan cara ini, Ahok membuat semua orang tersadar bahwa ada sesuatu yang terjadi dan nantinya kestabilan yang selama ini mereka pertahankan itu yg akan diubah. Masuk dengan cara halus dan persuasif tampaknya sudah tidak mempan bagi orang2 di Jakarta yg sudah terbiasa hidup keras. Perlawanan yang muncul dihantam lagi oleh Ahok dan cerdasnya Ahok terus "memanas-manasi" situasi tanpa melanggar hukum yang berlaku.

Ahok menggoyahkan status quo, menyadarkan orang2 akan adanya perubahan, dan yang paling penting adalah mengembalikan pola pikir mereka bahwa mereka salah dan akan kehilangan sesuatu. Dengan gayanya yg keras, Ahok menekan orang2 tak berdaya itu hingga mereka benar2 sadar bahwa mereka akan kehilangan sesuatu dan tidak punya kekuatan untuk melawan. Di sini lah, peran Yin (warna hitam - saya asosiasikan dgn Ahok) selesai dan masuk lah peran Yang (warna putih - saya asosiasikan dengan Jokowi).

Ketika rakyat sudah tertekan dan yakin akan kehilangan segalanya, Jokowi masuk sebagai figur penyelamat. Ia menawarkan solusi yang kalau dalam keadaan normal (tidak ada figur Yin mengacak-acak) kemungkinan besar akan ditolak oleh warga secara mentah-mentah. Berhubung situasi sudah tidak sama, solusi tersebut menjadi lebih baik daripada kehilangan semuanya dan tak mendapatkan apa-apa. Ini sebabnya kenapa warga yg awalnya menolak direlokasi ke blok G Tanah Abang, dipindahkan ke rusun muara karang, dan dipindahkan ke kampung deret, akhirnya mau mengikuti saran Jokowi dengan senang hati dan ternyata tidak menyesal.

Seperti Yin dan Yang, keduanya saling melengkapi. Membawa teknik baru dalam "rekayasa sosial" ala Jakarta demi mewujudkan Jakarta Baru.

Sekian tulisan dari saya. Ini hanyalah sedikit buah pikiran yang terlintas setelah melihat perkembangan Jakarta Baru akhir2 ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun