Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menelaah Apa yang (Tengah) Diributkan Budi Waseso

10 Juli 2019   13:03 Diperbarui: 10 Juli 2019   13:15 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membiarkan masyarakat bebas membeli beras pada harga tingkat pasar adalah sangat riskan. Ditinjau dari teori ekonomi, uang Rp 110.000/bulan akan dilihat para pedagang sebagai peningkatan pendapatan yang identik dengan tingginya permintaan. Permintaan yang tinggi dari eks masyarakat penerima bantuan beras rastra akan diartikan para pedagang sebagai peningkatan daya beli. Konsekuensinya, tentu permintaan yang tinggi pasti akan dibarengi dengan peningkatan harga jual. Bukan tidak mungkin, akan terjadi kenaikan harga beras tanpa diketahui asal pemicunya.

Hal ini bisa saja disebabkan; Pertama,terjadi pergeseran selera penerima BPNT dimana selama ini mengkonsumsi beras medium ke beras premium. Harus kita ingat, bahwa beras premium lah yang menjadi biang keladi kenaikan beras medium. Semua ini bisa saja terjadi, karena mereka menganggap uang yang mereka terima cukup memadai untuk membeli beras premium serta bisa saja dalam pikiran mereka masih ada stigma yang melekat "kalau nasinya enak, maka tidak ada lauk juga tidak apa-apa". Kedua; adanya mafia pangan yang sengaja bermain untuk mengatur pasokan beras sehingga harga terus naik sesuai dengan yang mereka inginkan. Ini sudah dibuktikan, dengan penggerebekan yang dilakukan oleh satgas pangan.

Dengan fakta diatas, sehingga sangat riskan jika apa yang saya asumsikan benar-benar terjadi, yaitu peralihan selera konsumsi dari beras medium ke beras premium. Karena, tidak ada pihak yang bisa memantau dan yang bisa melarang penerima BPNT, agar tetap mengkonsumsi beras medium. Jika mereka ikut-ikutan mengkonsumsi beras premium (daya beli semu), konsekuensinya juga harus mereka terima. 

Di mana pada tingkat ini, konsumen tidak perduli dengan harga beras berapapun harganya. Ujung-ujungnya uang tersebut semakin tidak mencukupi dan sedikit sekali untuk ditukarkan dengan bahan kebutuhan pokok.

Padahal secara gizi, tidak ada beda antara beras premium dengan beras medium. Perbedaan harga ini hanya berdasarkan mutu fisik saja. Sehingga, justru tujuan awal BPNT agar masyarakat mendapatkan gizi beragam dan berimbang, malah sebaliknya. 

Masyarakat penerima BPNT menderita kurang gizi bisa saja terjadi, jika tetap dibiarkan membeli harga beras semaunya. Bagaimana jika mereka benar-benar kurang gizi...? rantai setan perangkap rawan pangan sudah menunggu. Akibat gizi kurang, kerja tidak semangat, anaknya menjadi tidak fokus belajar, ujung-ujungnya produktivitas dan prestasi rendah.

Pernyataan ketiga "kita juga enggak tahu, bisa jadi itu dipakai buat beli yang lain". Argumentasi yang mematahkannya adalah andaikata kartu BPNT digunakan untuk membeli yang lain seperti ditukar rokok, pasti sudah bisa dibayangkan. Bahaya rokok tidak hanya menimpa kepala keluarga namun juga berbahaya bagi kesehatan keluarga mereka sendiri dan lingkungan sekitar. Niat baik pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan justru berbalik dengan mengeluarkan biaya subsidi pada rumah sakit untuk pengobatan.

Dokumentasi Kemensos
Dokumentasi Kemensos
Oleh sebab itu adalah wajar jika Buwas menjadi sedikit geram dengan kebijakan BPNT selama ini. Kebijakan yang baik seharusnya juga menimbangkan baik buruknya terhadap keseluruhan sektor. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain. Oleh karena itulah, sudah tepat kiranya pemerintah memberikan 100 persen beras BPNT kepada Bulog untuk disalurkan kepada masyarakat.

Dari hulu, Bulog tetap melakukan penyerapan gabah beras petani, di sisi hilir Bulog tetap menyalurkan beras kepada masyarakat miskin. Dua tugas yang dahulu tidak saling mendukung, sekarang bisa terhubung kembali dalam satu rantai.

Dengan demikian, kebijakan perberasan nasional yang agak mulai terganggu akan kembali normal dan tertata. Tidak adalagi kekhawatiran akan adanya gangguan pada sisi hilir. Sekaligus ini juga membuktikan keberpihakan pemerintah pada seluruh komponen masyarakat Indonesia.

*) Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun