Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Revitalisasi Lembaga Pangan di Era Pemerintahan Baru, Pentingkah?

11 Juni 2019   11:25 Diperbarui: 11 Juni 2019   11:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Liputan6.com

 Gaung pembentukan lembaga pangan nasional sempat terdengar di awal era pemerintahan Jokowi, namun sekali lagi hanya sebatas gaung. Akibat tidak segeranya terbentuk, public sempat dipertontonkan konflik terbuka antar dua pejabat di lembaga dan kementerian.

Namun sebenarnya semua itu tidak akan terjadi, jika pemerintah cepat merespon apa yang sudah diamanatkan dalam UU Pangan No 18 Tahun 2012 agar tiga tahun sudah harus terbentuk Badan Pangan Nasional.

Akibat berlarut-larutnya pembentukan lembaga pangan, yang jadi korban ujung-ujungnya adalah masyarakat. Kelangkaan dan tingginya harga pangan akan ditanggung oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin yang rentan terhadap inflasi.

Lalu dimana keberadaan lembaga pangan yang sudah ada? Apakah lembaga Bulog yang berbentuk BUMN sekarang masih superpower dengan segala kewenangannya?  Apakah Bulog mampu melaksanakan tugasnya seperti berbentuk Non Kementerian dahulu.

BULOG adalah BUMN

Indonesia praktis kehilangan Lembaga Pangan yang disegani pasca perjanjian IMF tahun 1998. Badan Urusan Logistik (BULOG) yang berperan besar dalam mengurusi sembilan bahan pokok semakin tak berdaya tatkala kewenangannya dipangkas habis.

Sejalan dengan adanya otonomi daerah maka mau tidak mau BULOG harus bertransformasi bentuk menjadi perusahaan BUMN. Dikarenakan komoditas beras yang bersifat politis, maka urusan komoditas ini harus dikelola langsung oleh pemerintah pusat.

Pasca letter of intern (LOI) antara IMF dengan Pemerintah, praktis intervensi pemerintah terhadap bahan pokok hilang. Namun saat itu pemerintah berhasil membujuk IMF agar beras harus tetap dipegang dan dikontrol karena merupakan makanan pokok bangsa ini dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Maka oleh karena itulah pemerintah tetap menyediakan pasar beras bagi BULOG sebagai wujud konkret hadirnya negara di tengah masyarakat. Konsep ini sudah dikaji dan teruji sebagai kebijakan yang terintegrasi antara sisi hulu dan hilir. Bentuknya yaitu dengan mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) menerima jatah beras bulanan dan menyalurkan "RASKIN" beras bagi rakyat miskin.

Namun belakangan, kebijakan pemerintah semakin tidak berpihak kepada BULOG. Semua bisa terlihat dari sejumlah kebijakan pangan dan perberasan yang dinilai sebagian pihak kontoversial dan semakin melemahkan lembaga pangan ini seperti penghapusan Rastra. Pada tahun 2017 ini, pemerintah "melepaskan beras" lewat program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) dengan menghapuskan program Rastra/Raskin. Penurunan jumlah rastra semakin terlihat penurunannya dari 2,79 juta ton pada tahun 2017, menjadi 1,2 juta ton tahun 2018 dan 2019 diperkirakan hanya 500 ribu ton saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun