Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Negara Tengah "Darurat" Lembaga Pangan

11 Februari 2018   20:18 Diperbarui: 13 Februari 2018   19:11 2623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Jika kita tarik mundur ke belakang, persoalan pangan bukan kali ini saja terjadi. Selalu ada saja kejadian tiap tahunnya, silih berganti seakan tiada henti. Seperti contoh kasus yang terjadi pada bulan oktober 2015 lalu, perihal perlu tidaknya impor beras. Lagi-lagi, terdapat perbedaan pandangan antara Mentan Amran Sulaiman dengan Mendag Thomas Lembong.  

Di sini sangat jelas memperlihatkan lemahnya kemampuan koordinasi dan kerjasama antar kedua menteri (m.tempo.co.id). Mentan Amran Sulaiman mengatakan selama setahun kepemimpinannya, Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Namun, Mendag Thomas Lembong mengatakan pemerintah masih melakukan negosiasi terkait rencana impor beras dari Vietnam dan Thailand. 

Dua hal yang saling bertentangan dan bertolak belakang. Itulah impor beras, pasti mengundang kontroversi karena merupakan symbol dan tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam mencapai swasembada.

Contoh kasus lainnya adalah ketika Mentan mengatakan tidak akan impor bawang merah pada tahun 2016. Pernyataan tersebut didasarkan pada data yang ia pegang, di mana produksi bawang merah di Indonesia sebanyak 241 ribu ton sedangkan kebutuhan 175 ribu ton sehingga impor tidak diperlukan. Namun, belakangan Mentan malah menarik pernyataannya sendiri dengan mewacanakan untuk mengimpor 2.500 ton bawang merah dengan alasan menstabilkan harga menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri (m.gresnews.com).

Tidak hanya dari sisi Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan juga mengalami hal yang sama. Contoh kasus yaitu keterlambatan eksekusi importasi sapi tahun 2016 untuk memenuhi kebutuhan puasa dan lebaran, hingga mengakibatkan harga daging sapi terlanjur meroket. Hal ini juga diakui Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengakui keterlambatan diakibatkan karena koordinasi yang lemah serta berbelitnya birokrasi. 

Keterlambatan proses perizinan kuota tambahan berasal dari Kemendag yang terlalu lama dalam penerbitannya. Izin importasi untuk BULOG sebagai pengimpor baru turun beberapa minggu sebelum puasa. BULOG menilai hal ini begitu terlambat. Idealnya, izin sudah harus diturunkan paling lambat H-3 bulan sebelum puasa. Agar kenaikan harga daging sapi yang dikarenakan akibat kurangnya pasokan daging sapi dari dalam negeri dapat diredam (m.republika.co.id).

Lalu, bagaimana dengan lembaga pangan lain seperti BULOG, apa yang terjadi sekarang? Mengapa tidak bisa memainkan perannya yang begitu powerfull seperti waktu dulu?  

BULOG sekarang tidaklah sama seperti yang dahulu. Sekarang BULOG berbentuk BUMN dan harus berkoordinasi dulu dengan beberapa Kementerian sebelum bertindak. Kewenangan BULOG menjadi semakin kecil dan seakan tidak berdaya. Prinsip bisnis BUMN harus dikedepankan, karena dituntut untuk memberikan keuntungan kepada Negara selaku pemegang saham. 

Jadi, semua kegiatan yang dikelola oleh BULOG harus menghasilkan laba dan tidak boleh rugi. Itulah mengapa terkadang BULOG seperti di persimpangan dan terkesan lambat mengambil keputusan untuk segera melakukan tindakan, karena disana ada pertimbangan bisnis.

Sebelum tahun 2003, BULOG merupakan singkatan dari Badan Urusan Logistik yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen disingkat (LPND) atau sekarang bernama Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). 

LPNK adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Kepala LPNK berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri atau pejabat setingkat Menteri yang mengkoordinasikan. Sehingga wewenangnya lebih luas, tanpa perlu koordinasi sana sini tetapi langsung bisa mengeksekusi keputusan cepat pada saat momen yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun